POLITIKAL.ID - Gugatan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) terkait Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) akan memasuki sidang perdana pada Selasa (26/7) besok. Dalam sidang itu, MK Mahkamah Konstitusi (MK) akan menggelar sidang pemeriksaan pendahuluan pengujian undang-undang tersebut. Dalam gugatannya, PKS menguji pasal terkait ambang batas pencalonan presiden 20 persen kursi DPR dan 25 persen suara nasional. "Alhamdulillah, Mahkamah Konstitusi sudah merespons ikhtiar kami menghadirkan solusi bagi bangsa untuk menghadirkan banyak calon presiden/wakil presiden dengan menetapkan jadwal sidang perdana. Semoga ini merupakan awal dari hasil yang diharapkan sebagaimana dituangkan dalam permohonan," ujar Ketua Tim Kuasa Hukum PKS Zainudin Paru dalam keterangannya, Senin (25/7). Sidang tersebut akan digelar secara online, dan PKS akan menggelar persidangan dan nonton bareng di Gedung DPP PKS di Jalan Simatupang, Jakarta Selatan. "Kami memohon doa dan dukungan dari masyarakat agar usaha ini dapat berjalan dengan baik. Karena apabila permohonan ini dikabulkan, diharapkan akan semakin banyak pilihan pasangan calon presiden dan wakil presiden yang dapat ditawarkan ke masyarakat Indonesia," jelas Zainudin. Dalam sidang pendahuluan ini akan turut dihadiri Pemohon II Ketua Majelis Syuro PKS Salim Segaf Al-Jufri. Dia akan menjelaskan pokok-pokok permohonan. Terutama tujuan dilayangkannya permohonan uji materi ini, yakni untuk mengakhiri keterbelahan bangsa karena pilihan calon presiden yang terbatas sehingga memunculkan calon yang sama berkali-kali.
Zainudin yakin bahwa MK akan secara seksama memeriksa permohonan ini. Sebab yang diajukan oleh PKD dan Doktor Salim berbeda dengan permohonan-permohonan sebelumnya. "Kami tidak membantah pandangan Mahkamah bahwa terkait presidential threshold merupakan open legal policy. Namun, open legal policy tersebut sebaiknya diberikan batasan, yakni interval range 7% sampai dengan 9% untuk ditetapkan oleh pembentuk undang-undang," pungkasnya. "Jadi, kami memohon kepada Mahkamah Konstitusi untuk memutus inkonstitusional bersyarat Pasal 222 UU Pemilu," ujarnya. (*)