POLITIKAL.ID, SAMARINDA - Pengamat Hukum Kaltim dari Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah menyayangkan tindakan oknum di lembaga pemerintahan yang mengintimidasi dan mengusir jurnalis saat melakukan kerja jurnalistik.
Sebagaimana diketahui, dalam dua pekan ini, pewarta di Samarinda mendapat tindakan represif.
Sebelumnya, lima wartawan dihalangi saat meliput demo mahasiswa di depan polresta Samarinda sepekan lalu, saat hendak meliput aksi pembebasan rekan mahasiswa yang ditahan seusai demo menolak omnibuslaw UU Cipta kerja di DPRD Kaltim.
Tak hanya itu, intimidasi dan kekerasan diduga dilakukan oknum polisi. Kasus ini tengah ditangani Propam dan mendapat atensi dari Kaporesta Samarinda, Kombespol Arif Budiman setelah lima orang jurnalis bersama penasihat hukum dari LBH JAM Borneo Kaltim mengadukan kasus tersebut.
Baru - baru ini, Senin (19/10/2020) saat rapat badan anggaran (banggar) DPRD Kaltim bersama tapd pemprov Kaltim, dua wartawan dilarang meliput dari pihak pamdal atau keamanan DPRD. Saat merekam oknum yang sedang melarang meliput, hp yang menyorot kearah Pamdal DPRD Kaltim langsung dirampas dan terbanting. Pengusiran terhadap wartawan itu terjadi sekira pukul 11.00 WITA.
"Tindakan itu sudah ketelaluan, pelakunya bisa dikenakan delik pidana, sebagaimana diatur dalam pasal 18 ayat 1 UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers, yang menyebutkan secara eksplisit bahwa, setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi kerja pers, dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun atau denda sebanyak Rp 500 juta," ungkap Castro sapaannya.
Dengan begitu ditambahnya lagi, pihak berwajib bisa menyeret pelaku ke pengadilan.
"Perlakuan terhadap kawan-kawan pers itu seharusnya bisa diproses pidana karena secara nyata dan terbuka, menghalang-halangi kerja pers," pungkasnya. ( Redaksi Politikal - 001 )