POLITIKAL.ID - Sekretaris Jenderal (Sekjen) Gerindra Ahmad Muzani turut memberikan tanggapannya terkait dengan Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan penghapusan aturan presidential threshold.
Muzani menyoroyti konsistensi Hakim Mahkamah Konstitusi (MK). Sebab menurutnya, selama ini gugatan serupa telah banyak diajukan ke MK tetapi tidak ada yang dikabulkan hingga putusan pada Kamis (1/2) lalu.
"Tercatat lebih dari 30 kali gugatan terhadap persoalan yang sama dengan berbagai macam argumentasi dan alasan, tidak pernah mengabulkan atas gugatan itu oleh Mahkamah Konstitusi," kata Muzani di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (6/1).
"Mahkamah yang sama, Hakim yang sama, tidak pernah mengabulkan atas gugatan tersebut," imbuhnya.
Atas dasar itu, Muzani mengakui putusan MK soal ambang batas presidensial mengejutkan. Namun, Ia menyebut putusan ini juga menimbulkan harapan demokrasi.
"Terus terang di sisi lain ini adalah sebuah kejutan di sisi lain ini adalah sebuah harapan terhadap demokrasi," ujar dia.
Diberitakan sebelumnya, mengabulkan gugatan penghapusan aturan presidential threshold.
Keputusan tersebut diumumkan dalam putusan perkara 62/PUU-XXI/2023 yang dibacakan di Gedung MK, Jakarta Pusat pada Kamis (2/1/2025).
MK mengabulkan seluruh permohonan yang diajukan oleh empat orang Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga, yakni Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq dan Tsalis Khoriul Fatna.
Dalam putusannya kemarin, MK menyatakan semua partai politik peserta pemilu memiliki kesempatan untuk mengusulkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden. Putusan ini dibacakan Ketua MK Suhartoyo.
"Menyatakan norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," kata Suhartoyo.
(*)