Senin, 25 November 2024

Tekan Angka Perkawinan Dini, Kadis Kependudukan Kaltim Minta Peran Aktif Orang Tua Ditingkatkan

Senin, 9 Mei 2022 20:51

IST

POLITIKAL.ID, SAMARINDA - Perkawinan usia anak di Provinsi Kaltim dari tahun 2020 ke 2021 mengalami penurunan. Dari 1.159 kasus tahun 2020 terdiri laki-laki sebanyak 254 orang dan perempuan 905 orang, sedangkan pada 2021 sebanyak 1.089 kasus yang terdiri laki-laki 248 orang dan perempuan 841 orang. Sayangnya, penurunannya tidak signifikan. Artinya potensi perkawinan usia anak, masih cukup besar. Penyebab utama perkawinan usia anak adalah masalah ekonomi. Menyusul alasan budaya dan kultur perjodohan usia belia, hingga penyebab yang belakangan jumlahnya meningkat; pergaulan bebas. Kondisi itu sebaiknya harus diturunkan karena dampaknya sangat kompleks pada anak itu sendiri. Utamanya bagi kesehatan ibu belia dan calon bayi yang akan dilahirkan. Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim Noryani Sorayalita menjelaskan secara fisik resiko perkawinan usia anak cenderung menyebabkan penyakit kanker dan penyakit dalam lainnya. Selain itu secara mental juga berpengaruh. Anak akan menarik diri dari lingkungannya, dikarenakan rasa maul dan rishi di usia anak sudah mempunyai keturunan (anak). “Kesiapan mental dan fisik, baik laki-laki maupun perempuan yang melangsungkan pernikahan usia dini juga mempengaruhi masalah ke depannya. Kesiapan minim mereka menjadi suami-istri, berpotensi membuat hubungan mereka rapuh,” tandasnya. Perkawinan usia anak juga memicu stunting (anak kekurangan gizi). Karena asupan gizi sejak dalam kandungan minim. Sang ibu secara fisik belum siap kerena saat bayi dalam Rahim, asupannya gizinya tidak langsung ke bayi tetapi harus berbagi dengan sang ibu yang huga masih dalam proses pertumbuhan. “Dampak lain perkawinan usia anak memicu perceraian, karena secara fisik maupun mental memang belum siap, sehingga sering terjadi perselisihan dan sebagainya,” ujarnya. “Pernikahan usia anak juga salah satu penyumbang kematian ibu dan bayi. Ini karena perkawinan usia muda yang menyebabkan rahim masih belum siap. Apalagi ditambah sosial ekonomi dan psikologi dari para ibu,” tandasnya. Selain lewat program pemerintah, menurutnya masyarakat dan orang tua, punya peran aktif agar pernikahan dini bisa dihindari. Peran semua pihak harus diwujudkan untuk menciptakan ekosistem mencegah pernikahan usia dini. “Orang tua, utamanya, harus membimbing anaknya agar tidak terjerumus bahkan melakukan pernikahan usia dini secara terpaksa,” harapnya. (Adv/ Diskominfo Kaltim)
Tag berita:
Berita terkait