POLITIKAL.ID, SAMARINDA - Buntut tarik ulur pelaksaan Musyawarah Daerah (Musda) X Golkar Kaltim, salah satu perwakilan pemilik suara untuk memilih Ketua DPD Golkar menyebut DPP tak Demokratis.
Pernyataan itu disampaikan Sekretaris Dewan Pertimbangan (Wantim) Golkar Kaltim, Syarifuddin Gairah saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon seluler, Selasa (10/3/2020).
Dirinya beralasan, seharusnya pengurus DPD diberikan kewenangan untuk mengatur urusan kepartaian di daerah.
Bukannya malah mengarahkan beberapa kader untuk menyerukan dan mendorong kader untuk aklamasi di arena Musda.
Menurutnya, belum tentu kader di DPD Kaltim setuju opsi aklamasi.
Seharusnya sebut dia, dinamika kepartaian sepenuhnya berada dalam lingkup DPD Kaltim.
"Bicara Pancasila itu kan demokratis, sila kerakyatan yang dipimpin oleh kebijaksanaan dalam permusawaratan perwakilan, dengan begitu, semangat itu yang seharusnya muncul," ujar Sarifuddin sapaannya.
DPP secara sengaja atau tidak disebutnya menerapkan kepemimpinan Feodal ke DPD.
Aklamasi itu menurutnya tidak bisa dibuat - buat, namun aklamasi kata dia adalah sebuah akibat dari seleksi internal yang berpandapangan sama terkait pemimpin DPD periode mendatang.
Hal itu sudah jelas sesuai konstitusi partai yang ditegaskan pada juklak 02, DPP 2019.
Yakni, Pasal 37 tentang struktur formatur yang mengatur soal kader dan mengikuti pendidikan kilat (Diklat) menjadi syarat khusus.
Untuk ukuran standar tambah dia, soal lainnya terkait pendidikan dan domisili di Kaltim adalah hal yang standar.
"Kalau ukurannya suara pemilih tidak jadi hal utama. Ada misi kader memasok ideologi kebangsaan untuk kader dan anggota terlebih dimajukan partai, jangan sampai salah dimaknai," pungkasnya. (Redaksi Politikal.id)