Jumat, 22 November 2024

Warga Kubar Demo Cabut IUP Batubara dan Pidanakan Pelaku Dugaan Ilegal Mining

Jumat, 14 Agustus 2020 4:23

IST

POLITIKAL.ID, SAMARINDA - Masyarakat Kutai Barat (Kubar) Kaltim melakukan unjukrasa di kantor DLH Kubar.

Unjukrasa tersebut menindaklanjuti pertemuan yang difasilitasi DPRD Kabupaten Kutai Barat Nomor: 170/4990/DPRD-KB/VII/2020 tanggal 13 Juli 2020.

Rdp tersebut dihadiri SDA Setkab Kutai Barat, Dinas DPMPTSP, Dinas Lingkungan Hidup, PT. Kencana Wilsa, Petinggi dan Forum Sempekat Peduli Gunung Layung.

Dari hasil hearing itu, PT. Kencana Wilsa sedang memproses pengurangan areal ijin tambang dan Gunung Layung tidak termasuk areal yang akan ditambang.

Pihak perusahaan bersedia mentaati semua aturan berkaitan dengan kegiatan pertambangan, areal tambang 321 Ha di Kampung Muara Asa.

Perusahaan harus melakukan sosialisasi enclave lahan yang tidak mau dilepaskan,
Pihak perusahaan PT. Kencana Wilsa membuat kesepakatan untuk tidak menambang didaerah yang tidak diperbolehkan Masyarakat, dengan begitu
PT. Kencana Wilsa harus merevisi Amdal yang ada.

"Berdasarkan beberapa fakta penting sampai saat ini tidak ada dasar hukum sehingga DLH tidak berani mengeluarkan ijin dan merekomendasikan ke DMPTSP untuk tidak menerbitkan Ijin Lingkungan jalan tersebut, karena sesuai dengan Perda RTRW 2011-2031Kabupaten Kutai Barat Nomor 32 Tahun 2013 dan Perda Nomor 1 Tahun 2016 RTRW Provinsi Kaltim 2016-2036 bahwa kawasan yang ditambang adalah masuk dalam Zona Tanaman Pangan dan Holtikultura," ujar Kordinator Forum sempekat peduli gunung layung, Konelis Detang melalui rilisnya, Jumat (14/8/2020).

Menurutnya lagi, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Kutai Barat bahwa jika Perusahaan PT. Kencana Wilsa melanggar ijin Lingkungan maka Ijin Perusahaan PT. Kencana Wilsa bisa dicabut dan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Berkaitan dengan hasil Informasi tidak adanya ijin lingkungan jalan tambang ini di kuatkan dengan hasil sidak tim DLH Kubar.

Di ilokasi pasca pertemuan dengan Pemerintah Provinsi Kaltim terbukti perusahaan telah beroperasi walau tidak mengantongi izin Lingkungan dengan dikeluarkan surat Kepada Pimpinan PT. Kencana Wilsa Perihal Penghentian Kegiatan di Lokasi dari DLH Kutai Barat Nomor 660/229-b/DLH/PPKLH-I/IX/2018 tanggal 21 Agustus 2018.

Warga juga telah melaporkan adanya kegiatan ilegal mining yang dilakukan pihak PT.Kecana Wilsa kepada Pihak Polres Kutai Barat, namun hingga hari ini warga menyayangkan lambannya proses penegakan hukum atas kasus ini.

Sudah lebih dari 30 hari sejak warga resmi mengadukan dan di terima pihak Polres Kubar sampai saat ini belum ada satupun pihak yang ditetapkan sebagai tersangka, karena itu guna memastikan proses ini berjalan dengan baik kami minta adanya Supervisi dari Polda Kaltim, Ombudsman dan KPK RI.

"Keberatan dan penolakan Forum Sempekat Peduli Gunung Layung yang terdiri dari Kampung Ongko Asa, Pepas Asa, Geleo Asa dan Geleo Baru sangat beralasan karena sejak awal tidak pernah dimintai persetujuan jika wilayah Kampung Ongko Asa, Pepas Asa, Geleo Asa dan Geleo Baru boleh atau tidak di tambang," imbuhnya.

Atas terbitnya SK IUP PT.Kencana Wilsa yang masih mencantumkan nama Kampung Kampung Ongko Asa, Pepas Asa, Geleo Asa dan Geleo Baru maka sangat beralasan agar aktifitas tambang dihentikan sampai nama Kampung Kampung Ongko Asa, Pepas Asa, Geleo Asa dan Geleo Baru benar-benar tidak ada dalam SK IUP tersebut.

"Mengingat pentingnya hal ini maka dengan ini kami menyatakan menolak tambang dan Gubernur Kaltim mencabut Izin Usaha Pertambangan Batubara (IUP) PT. Kencana Wilsa di Kampung Kampung Ongko Asa, Pepas Asa, Geleo Asa dan Geleo Baru dan Barong Tongkok serta Melak," tambahnya.

Karena itu, dirinya meminta segera proses dan pidanakan pelaku illegal mining, PT Kencana Wilsa yang melakukan pembukaan jalan houling tambang tanpa dilengkapi izin lingkungan
Pemerintah provinsi dan segera menetapkan PT.Kencana Wilsa sebagai perusahaan bermasalah dan statusnya masuk dalam daftar hitam, atas pelanggaran terhadap Undang Undang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup No.32 Tahun 2009 serta Undang-undang Pertambangan Mineral dan Batubara No 3 Tahun 2020 ini maka sudah sepatutnya pemerintah tidak memberikan pelayanan bahkan pemblokiran dari segala permohonan yang mereka ajukan.

"Teguran kepada DLH Kubar dan DLH Provinsi karena ada kesan pembiaraan atas pelanggaran yang telah terjadi di lapangan," tuturnya.

Guna memastikan proses ini berjalan, pihaknya juga meminta seluruh pihak khususnya KPK RI, Ombudsman, ESDM Kaltim, DLH Kubar dan DLH Kaltim serta Kepolisian KUBAR sama-sama mengawal.

Sebagai informasi, PT Kencana Wilsa adalah perusahaan tambang batubara dengan nomor sk 545/K.1101/2010 yang akan menambang dengan luas 5.010 hektar, perusahaan ini tak memiliki izin lingkungan, beroperasi tanpa persetujuan masyarakat dan sudah melakukan tindak pidana lingkungan hidup pembukaan lahan untuk Jalan Houling tanpa disertai izin lingkungan, konsesinya juga berada dan melanggar RTRW Kutai Barat 2011 – 2031 dan RTRW Kaltim 2016-2036, yang keduanya menetapkan Kawasan dimana operasi tambang berlangsung sebagai Kawasan pangan dan hortikultura.

Sesuai dengan pasal 109 dalam UU 32 Tahun 2009 Tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup, setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1 miliar dan paling banyak Rp3 miliar

Apabila tindak pidana lingkungan hidup dilakukan oleh, untuk, atau atas nama badan usaha, tuntutan pidana dan sanksi pidana dijatuhkan kepada badan usaha dan/atau orang yang memberi perintah untuk melakukan tindak pidana tersebut atau orang yang bertindak sebagai pemimpin kegiatan dalam tindak pidana tersebut sesuai dengan pasal 116, UU 32/2009.

"Begitu juga bagi pejabat pengawas dan berwenang yang lalai, sesuai dengan pasal 112 dalam UU 32 Tahun 2009 Tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup yang dengan sengaja tidak melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap peraturan perundang-undangan dan izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 dan Pasal 72, yang mengakibatkan terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan yang mengakibatkan hilangnya nyawa manusia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp500 juta," tutupnya. ( Redaksi Politikal - 001 )

Tag berita:
Berita terkait