Warga Samarinda Dua Kali Gugat Presiden, Hakim PTUN Tetap Tak Terima
Rabu, 31 Maret 2021 3:17
IST
POLITIKAL.ID, SAMARINDA- Sebanyak 4 warga Samarinda kembali menggugat presiden. Walaupun gugatan yang pertama 3/G/TF/2021/PTUN.SMD dinyatakan tidak diterima ketua PTUN, namun kali ini tidak tangung-tangung Ketua PTUN pun ikut digugat menjadi Tergugat 6 dalam Perkara bernomor 11/G/TF/2021/PTUN.SMD. Alasan Ketua PTUN digugat karena mendimisalkan gugatan pertama dengan cara melanggar hukum, yakni menyamakan makna frasa sengketa tindakan pemerintahan yang pengertiannya timbul dari sengketa administrasi dengan makna frasa perbuatan melawan hukum yang pengertiannya, mengandung tindakan tidak sah. "Kedua pengertian ini telah didifinisikan secara terpisah dalam pasal ayat yang berbeda bagaimana bisa menjadi sama" tutur Rahim, Rabu (31/3/2021) sebagai pelapor. Jika pasal ayatnya berbeda beda, kemudian pengertiannya disamakan guna mendimisalkan gugatan dengan menyatakan gugatan tidak diterima maka putusan tersebut tidak adil. Dari isi surat gugatan yang dilayangkan, dirinya merasa kecerdasannya dihina, itu sebabnya Rachim gugat Ketua PTUN sebagai Tergugat 6. "Gugatan ini turut pula dengan Tergugat 1 yaitu Presiden RI untuk kedua kalinya dengan nomor perkara 11/G/TF/2021/PTUN.SMD," imbuhnya. Lanjut dia, gugatan nomor 11/G/TF/2021/PTUN.SMD lagi-lagi ditetapkan Dismisal pada tanggal 31 maret 2021, sehingga dirinya melayangkan surat kepada Ketua Mahkamah Agung RI untuk mengajukan hak ingkar kepada Majelis Hakim, yang mengeluarkan keputusan Dismissal dari Kepala Pengadilan Tata Usaha Negara Samarinda, Edi Firmasyah. "Putusan tersebut tidak sah karena Kepala PTUN telah menjadi salah satu Tergugat yakni tergugat 6 dimana wajib mengundurkan diri dari kewenangannya mengadili Perkara kami," bebernya. Dalam hal ini, Kepala PTUN tentu secara nyata dan meyakinkan melanggar pasal 17 ayat(5) UU No48 tahun 2009, tentang kekuasaan kehakiman dan jika Ketua PTUN tidak mengindahkan pasal 17 ayat 5 UU No 48 thn 2009 tentang kekuasaan kehakiman tersebut, maka Ketua PTUN harus dikenakan sanksi administrai dan bahkan Pidana. "Karena tidak bersedia mundur atas kehendaknya sendiri, sehingga penggugat melayangkan surat prihal pengajuan hak ingkar kepada Mahkamah Agung RI agar disikapi dan dicarikan jalan keluarnya," ungkap Rahim lagi. Sebagai informasi, perkara ini bemula dari seorang warga bernama Achmad Ar Amj Bin Musa yang dikriminalisasi Gembong Mafia tanah berinisial SH dan CG secara sistimatis dan terencana. Melibatkan oknum BPN dan Mafia Penegak hukum guna merampok Tanah milik Achmad yang kebetulan telah beralih hak ke atas nama salah satu penggugat bernama Lisia, maka Lisia bersama suaminya Hanry Sulistio dan para saksi peristiwa melayangkan gugatan kepada semua oknum yang terlibat karena laporan polisi mereka berdasarkan Pasal 108 ayat 1 dan 2 KUHAP, namun tidak dindahkan sejak tahun 2017 yang terdaftar dengan Nomor 142/Pdt.G/2020/PN Smr. Disebutnya lagi, oknum polisi yang terdiri dari 12 orang tergugat justru dilindungi Institusi kepolisian RI yang diberi ijin Kepala Pengadilan Negeri Samarinda dengan mengabaikan Yurisprudensi putusan Mahkamah Agung Nomor 305 K/Sip /1971, maka persoalan hukum tersebut masuk ke Pengadilan PTUN dengan Presiden sebagai Tergugat 1 karena dianggap lalai menjaga intergritas Intitusi dan lembaga Negara berdasarkan UUD 1945 dalam kehidupan berbangsa dan Bernegara berdasarkan pancasila. Sementara itu, salah satu peggugat Faizal Amri Darmawan berharap agar gugatan dapat segera masuk pokok perkara, agar segera diuji hukum materil nya bukan malah dihadang dengan hukum formil dengan cara melawan hukum. "Kalau begini dimana wibawa hukum kelak dimata masyarakat" ungkapnya kesal. Para Penggugat tersebut mengatakan merasa cemas, terintimidasi, takut dan didiskriminasi pemerintah pusat karena tindakan mereka berdasrkan Pasal 108 ayat 1 dan 2 KUHAP tidak didukung Pemerintah. Namun sebaliknya, justru laporannya mendapatkan tanggapan yang tidak adil. Para Pengugat Presiden RI itu berdasarkan tulisan gugatan PMH Nomor 11/G/TF/2021/PTUN.SMD. Ia berharap jangan sampai hukum malah kalah dengan penguasa , dan mencederai kepercayaan masyarakat terhadap Lembaga Yudikatif, kami berharap Hukum tetap menjadi Panglima tertinggi di Negeri Ini. (001)
Berita terkait