POLITIKAL.ID - Pakar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra mengaku sepakat dengan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD yang menyatakan kalau pemakzulan Presiden Joko widodo (Jokowi) bukan kewenangan Menkopolhukam, tapi urusan DPR.
"Lebih baik mereka datang ke DPR dan lihat apa reaksi dari fraksi-fraksi DPR apakah mau merespons adanya pemakzulan ini atau tidak," katanya.
Ia juga mengatakan kalau wacana pemakzulan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak bakal berhasil kalau tak dapat dukungan dari DPR.
"Ya kalau sekarang tiba-tiba mau ada pemakzulan, ya tanpa dasar yang jelas dan dukungan dari DPR, saya kira itu tidak akan ada dampak ke Presiden sendiri," ujarnya, Senin (15/1/2024).
Dirinya menyebut, pemakzulan terhadap Presiden diatur dalam Pasal 7B Undang-Undang Dasar 1945. Jika melihat pasal tersebut pemakzulan bisa dilakukan kalau Presiden dinilai sudah melakukan pengkhianatan terhadap negara, melakukan korupsi, melakukan perbuatan tercela, juga lain-lain.
Kata dia, usulan pemakzulan yang diajukan oleh salah satu kelompok masyarakat tak menyebut dengan jelas apa pelanggaran yang dilakukan Presiden Jokowi.
Dia berkata perihal rencana hak angket terhadap Mahkamah Konstitusi (MK) yang diusul anggota DPR RI Fraksi PDIP, Masinton Pasaribu beberapa waktu lalu belakangan.
Masinton kala itu usul hak angket jadi respons atas putusan MK soal syarat calon presiden-calon wakil presiden.
"Kalau DPR berpendapat presiden melakukan misalnya perbuatan tercela bisa menjadi dasar impeachment. Tetapi apa yang dilakukan oleh Pak Masinton hilang begitu saja," ujarnya menyudahi.
Sebelumnya diberitakan, Juru Bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Hasan Nasbi, menyoroti munculnya gerakan pemakzulan terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Dorongan pemakzulan itu disebutnya muncul dari rasa frustasi pihak yang menyadari bakal kalah dalam Pilpres 2024 namun tidak mampu berpikir jernih.
"Gerakan pemakzulan ini sebenarnya sepaket dengan Gerakan dalam rangka mendelegitimasi Pemilu 2024. Ini sebenarnya sederhana saja. Orang-orang yang sudah frustasi, diambang kekalahan, sudah buntu, dan sudah enggak tahu lagi mau ngapain, biasanya sampai pada kesimpulan-kesimpulan yang ekstrem," kata Hasan dalam keterangan tertulisnya, Sabtu, 13 Januari 2024.
Menurut Hasan, gerakan pemakzulan Jokowi ini mengonfirmasi bahwa pihak yang akan kalah menyadari peluang mereka sangat kecil untuk memenangkan Pemilu 2024.
"Meskipun mereka tiap sebentar menyatakan enggak percaya sama hasil survei yang saat ini beredar, tapi jauh di dalam lubuk hati mereka tahu persis keadaan yang sebenarnya tidak berbeda jauh dari hasil-hasil survei itu. Artinya peluang menang mereka, mau itu satu atau dua putaran, sangat kecil," kata Hasan.
Hasan mengaku tidak kaget dengan adanya gerakan itu. Founder Cyrus Network itu sudah memprediksi munculnya gerakan tersebut di akhir Desember 2023.
"Tanggal 29 Desember lalu saya sudah katakan di channel YouTube saya bahwa Januari ini akan ada orang-orang yang seolah-olah independen, menyuarakan dua hal ini (pemakzulan dan delegitimasi Pemilu).
Mereka seolah-olah non partisan tapi aslinya bagian dari pemenangan atau pendukung garis keras capres tertentu," kata Hasan.
Hasan menambahkan, prediksinya tersebut hari ini sudah terbukti di mana beberapa hari lalu ada orang-orang yang merasa tokoh mendatangi Menkopolhukam Mahfud MD dan bicara pemakzulan.
"Dari nama-nama yang ditampilkan oleh media, kita tahu sebagian besar mereka adalah pendukung capres tertentu, sebut saja capres sebelah kiri. Lalu hari ini ada dosen, pegawai negeri, profesor yang juga sekaligus konsultan politik pendukung capres tertentu, sebut saja capres sebelah kanan, juga bicara soal pemakzulan. Katanya pemilu ini lebih berintegritas kalau enggak ada Pak Jokowi," kata Hasan.
(Redaksi)