"Hemat saya, masyumi sebagai sebuah gerakan politik Islam perlu terus dikampanyekan. Bukankah selama ini Ide-ide berkualitas kerap lahir dari tokoh-tokoh masyumi pada zamannya," tutur Analis Politik asal UIN Jakarta ini.
Lebih lanjut Sulthan menyatakan, dalam situasi saat ini, lebih baik arah konsolidasi politik Masyumi agar memperkuat partai-partai Islam saja yang sudah ada seperti, PBB, PPP, PKS bahkan PKB.
"Pilih mana yang cocok untuk menjadi corong perjuangan. Ingat, sejak pemilu di era reformasi partai Islam gagal menembus dua besar perolehan suara," ujarnya.
"Ini tanda bahwa politik identitas mulai ditinggalkan. Sekarang eranya menciptakan perubahan dengan tidak melihat lagi dari mana ide perubahan tersebut," imbuh Alumni S2 UGM ini.
Ditambahkan Sulthan, politik adaptif dan solutif lebih dibutuhkan generasi milenial. Memahami karakter dan kehendak pemilih itu penting agar dapat memenangkan pemilu, daripada sekedar membentuk partai yang ujung-ujungnya hanya menambah ukuran kertas suara saja.
"Berkaca pada pemilu 2019 silam, pemilih dari golongan Islam condong menentukan pilihan politiknya pada partai nasionalis. Ini bukti bahwa narasi yang ditawarkan partai nasionalis lebih diterima daripada narasi dari partai Islam," ujarnya. (*)
Artikel ini telah tayang di sindonews.com dengan judul "Wacana Masyumi Reborn Dinilai sebagai Koreksi untuk Partai Islam"