POLITIKAL.ID - Sekretariat Nasional Forum Transparansi Anggaran (Fitra) menemukan adanya 39 pegawai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang m...
POLITIKAL.ID - Sekretariat Nasional Forum Transparansi Anggaran (Fitra) menemukan adanya 39 pegawai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang merangkap jabatan di perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Rangkap jabatan tersebut ternyata puluhan pejabat Kemenkeu dari eselon I dan II yang terdeteksi rangkap jabatan, baik di swasta, lembaga, BUMN, hingga anak Perusahaan BUMN.
Fokus jabatan itu dikhawatirkan akan berdampak pada kinerja Kemenkeu maupun perusahaan pelat merah.
Rangkap jabatan ASN di BUMN tersebar hampir di seluruh kementerian dan lembaga.
Pada 2023, Fitra melakukan uji petik pada 243 komisaris BUMN di seluruh BUMN, ditemukan fakta minimalnya terdapat 95 aparatur negara atau 45 persen yang rangkap jabatan menjadi Komisaris BUMN.
"UU pelayanan publim secara tegas mengatar larangan adanya rangkap jabatan pada pelaksana pelayanan yang publik, dalam hal ini termasuk juga ASN" tulis Seknas Fitra dalam risetnya, Selasa (7/3).
Fitra menilai, Kemenkeu perlu mengevaluasi adanya pejabat yang merangkap jabatan, karena telah melanggar regulasi.
Dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, disebutkan adanya larangan untuk rangkap jabatan sebagai komisaris atau pengurus organisasi usaha bagi pelaksana yang berasal dari lingkungan instansi pemerintah, badan usaha milik negara, dan badan usaha milik daerah.
Dalam UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN Pasal 33 juga menyatakan, anggota komisaris dilarang memangku jabatan rangkap sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
"Dapat ditafsirkan, ASN yang memiliki jabatan dilarang untuk merangkap sebagai komisaris BUMN," ujar Tim Data dan Riset Fitra Gurnadi Ridwan, seperti rilis yang diterima Kompas.com, Rabu (8/3/2023).
Meski terdapat Peraturan Menteri BUMN yang memperbolehkan rangkap jabatan Komasaris BUMN, tetapi peraturan perundang-undangan yang mempunyai derajat lebih rendah dalam hierarki peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan yang lebih tinggi.
Hal ini mengacu pada pada konsep hierarki perundang-undangan sesuai asas lex superior derogate legi inferiori.
Berdasarkan asas tersebut, maka Peraturan Menteri BUMN yang mengizinkan rangkap jabatan harusnya tidak berlaku lagi.
Jika tetap dipertahankan, hal ini jutru akan memicu ketidakpastian hukum.
Untuk itu, Fitra berharap agar Menteri BUMN Erick Thohir mengkaji temuan ini.
Pasalnya, rangkap jabatan di jajaran Kemenkeu tersebut berpotensi merugikan masyarakat luas dan negara karena tidak adanya kompetensi untuk menongkrak kinerja BUMN.
Fitra juga meminta agar Menteri BUMN mencabut regulasi yang menciptakan ketidakastian dalam pelarangan rangkap jabatan.
Untuk Menteri Keuangan, Fitra berharap agar segera menetapkan status ASN rangkap jabatan tersebut, karena telah mendapatkan gaji ganda.
Menurutnya, hal ini bertentangan dengan semangat Kementerian Keuangan untuk menjaga kualitas belanja publik.
"Sehingga, pegawai Kementerian Keuangan yang rangkap jabatan harus mundur dan fokus pada peningkatan kinerja dan pelayanan publik di Kementerian Keuangan sesuai dengan tugas dan fungsi lembaga," katanya lagi.
Menteri Keuangan juga bisa memberikan sanksi administratif ringan hingga berat kepada ASN yang merangkap jabatan di BUMN
Berikut daftar 39 pejabat Kemenkeu yang rangkap jabatan di perusahaan BUMN:
Hal ini dikritik mantan Sekretaris BUMN, Said Didu, memberikan kritik terhadap rangkap jabatan pejabat Kemenkeu. Menurut persoalan terletak pada gaji dobel yang diterima pejabat tersebut.
"Yang masalah adalah gaji dobel dibungkus rangkap jabatan. Menurut saya justru harus rangkap jabatan, hanya pegawai pemerintah yang berhak mewakili sah pemegang saham" kata Said kepada Kumparan Selasa (7/3).
Mantan Stafsus Menteri ESDM itu menyarankan Menteri Keuangan Sri Mulyani sebaiknya ada aturan batas pendapatan pejabat yang rangkap jabatan untuk beragam pendapatan ini baik berupa gaji, honor maupun tukin.
"Jangan melarang selama tidak ada ketimpangan pendapatan. Sebaiknya diberi maksimum penerimaan seorang pejabat dan penghasilan dari berbagai tempat," imbuhnya.
(Redaksi)