Selasa, 30 April 2024

Pengamat Politik Berharap Tak Ada Calon Boneka di Pilkada 2020

Kamis, 27 Februari 2020 9:24

Ilustrasi Pilkada Serentak 2020

POLITIKAL.ID - Suksesi pemilihan kepala daerah (pilkada) dengan menempatkan suara rakyat sebagai penentu tertinggi untuk memilih, yang diasumsikan sebagai "vox populi vox dei" (suara rakyat adalah suara Tuhan), yang diwujudkan dalam pemilihan kepala daerah (pilkada), akhir-akhir ini mengalami ujian sangat serius.

"Para politikus dan cukong politik dengan berbagai modus atau cara mencoba mengakali kemurnian proses demokrasi dan aturan main atau rule of the game yang berlaku," kata pengamat sosial politik Rudi S Kamri di Jakarta, Rabu (26/2/2020).

Perilaku tidak sehat ini,kata Rudi, tampak jelas menjelang Pilkada 2020 yang akan digelar serentak di seluruh Indonesia. Pilkada 2020 akan digelar di 270 daerah, terdiri atas 9 provinsi, 224 kabupaten dan 37 kota. Pilkada serentak kali ini merupakan gelombang keempat setelah helatan yang sama digelar pada 2016, 2017, dan 2018.

"Salah satu modus yang akhir-akhir ini marak dilakukan adalah membeli, bahkan memborong dukungan partai politik-partai politik di daerah dengan tujuan tidak ada pasangan calon lain yang bisa maju ke Pilkada 2020 selain jagoan sang cukong. Biasanya praktik pembajakan demokrasi ini dilaksanakan di akhir waktu pendaftaran agar pasangan lain tidak sempat lagi mencari dukungan rakyat melalui jalur independen. Dengan demikian, pasangan calon dari sang cukong akan melawan kotak kosong, dan terpilih," jelasnya.

Pada saat praktik curang demokrasi ini mulai terendus, kata Rudi, para mafia pilkada ini punya strategi lain, yaitu memunculkan pasangan calon boneka yang didesain pasti kalah. Pasangan calon abal-abal ini biasanya diambil oleh para mafia dari kelompok mereka sendiri.

"Modus pembajakan demokrasi ini terendus terjadi di berbagai daerah. Salah satunya konon di Kabupaten Kediri, Jawa Timur, menjelang Pilkada 2020 ini. Kabarnya sang cukong yang ngotot mencalonkan anak dari elite parpol pemenang Pemilu 2019 tengah mencoba praktik culas ini. Di samping memborong dukungan parpol, mereka juga sedang mempersiapkan pasangan calon boneka," paparnya.

Anehnya, lanjut Rudi, saat diminta tanggapannya terkait praktik curang berupa pembajakan demokrasi itu, komisioner Komisi Pemilhan Umum (KPU) Ilham Saputra dan Hasyim Asy'ari, serta anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rachmat Bagdja, berdasarkan keterangan yang didapat Rudi dari sejumlah wartawan yang menghubungi mereka per telepon, tidak mau menanggapi alias tak merespons.

"Bahkan sekadar 'no comment' pun tak meluncur dari mulut mereka," cetus Rudi.

Halaman 
Tag berita:
Berita terkait