Senin, 25 November 2024

Perjalanan Politik Amien Rais Selama di PAN

Kamis, 13 Februari 2020 9:38

Amien Rais

POLITIKAL.ID - Terpilihnya kembali Zulkifli Hasan sebagai Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) disebut-sebut sebagai penanda berakhirnya pengaruh Amien Rais. Bagaimana kiprah politisi gaek yang juga salah satu pendiri partai berlambang matahari itu?

Berawal pada Mei 1998 Amien Rais bersama 50 tokoh cendekiawan dan budayawan mendirikan Majelis Amanat Rakyat (MARA). Amien saat itu didapuk selaku juru bicara. Dia mengambil panggung membacakan tuntutan agar Presiden Soeharto mundur dari jabatannya agar proses reformasi bisa berjalan.

Setelah Soeharto mundur pada 21 Mei 1998, Amien mendesak presiden baru BJ Habibie agar menyatakan diri sebagai pemerintahan transisional. Dia pun menuntut pemilu dipercepat. Tak lama setelah permintaan itu, Amien menyatakan ambisi politiknya dengan siap dicalonkan sebagai presiden keempat.

Dalam buku "Amien Rais, dari Yogya ke Bina Graha" diceritakan sejumlah pendiri MARA seperti Ulil Absar Abdallah menyokong Amien jadi presiden dalam pemilu selanjutnya. Menurut Ulil, Amien punya sumber daya dan dukungan yang sangat kuat. Amien mengaku saat itu mengambil sikap netral.

Namun dalam sebuah rapat MARA, seorang pendiri bertanya pada Amien, "Mas, Anda ini ingin jadi presiden apa tidak?" Amien menjawab,"Sebetulnya saya tidak pernah bermimpi sedikit pun menjadi seorang presiden, tetapi kalau dipanas-panasi terus, saya jadi penasaran, gimana sih rasanya jadi seorang presiden."

MARA kemudian bertransformasi jadi partai politik pada Agustus 1998. Partai ini kemudian diberi nama Partai Amanat Nasional (PAN). Tercatat beberapa nama sebagai pendirinya seperti Abdillah Toha, Goenawan Mohammad, Hatta Rajasa, Albert Hasibuan, dan Toety Heraty.

Para pendirinya itu menyatakan PAN adalah sebuah partai terbuka. Meski kemudian kerap disebut partainya orang Muhammadiyah karena tak lepas dari sosok Amien Rais ketua umum pertama yang juga merangkap ketua umum ormas Muhammadiyah.

Politikus kelahiran Surakarta itu lalu menyebut "kawin" dengan PAN dan meninggalkan "pacar"-nya Partai Persatuan Pembangunan yang sangat dicintainya karena sejumlah pertimbangan. "Saya melangkah memecahkan dilema yang memang pelik," katanya dalam buku itu.

Halaman 
Tag berita:
Berita terkait