Cara kedua, agar karantina wilayah lebih efektif, perlu diikuti dengan memperluas karantina sektoral dengan cara membatasi jam operasional, atau bahkan jika perlu menutup, pusat-pusat kerumunan massa untuk sementara waktu.
Karantina sektoral sebenarnya sudah dilakukan pemprov dengan meliburkan sekolah, menutup tempat hiburan dan rekreasi, serta menunda kegiatan peribadatan di rumah ibadah. Namun, beberapa pusat keramaian seperti pasar masih cukup ramai, terutama di akhir pekan.
“Misalnya untuk pasar, bisa dengan membatasi operasional hanya sekian jam per hari atau hanya dibuka pada hari-hari tertentu, terutama pasar yang tidak menjual bahan makanan,” lanjutnya.
Cara ketiga, Pemprov DKI Jakarta bisa membatasi kerumunan warga di ruang publik. Saat ini belum ada aturan yang jelas, sehingga pelaksanaannya masih jauh dari ideal.
“Harus ada ketentuan yang jelas tentang berapa jumlah maksimal orang boleh berkumpul di ruang publik. Di Jerman misalnya, hanya boleh maksimal 2 orang, terkecuali anggota keluarga. Juga perlu diatur berapa jumlah maksimal untuk acara berkumpul di dalam ruangan, misalnya pernikahan, seminar, atau hajatan,” tambah Idris.
Diketahui, hingga Kamis (26/3/2020) pada pukul 08.00 WIB, pasien positif di DKI 472 orang. Sebanyak 290 orang dirawat di rumah sakit, sedangkan 27 orang sembuh dan 43 orang meninggal. Sementara 112 pasien positif melakukan isolasi mandiri di rumah. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “PSI DKI Beri Usul 3 Metode Karantina di DKI untuk Cegah Penyebaran Corona“