Senin, 29 April 2024

Soal Pergantian Ketua DPRD Kaltim, Akademisi Sebut Sikap Wakil Rakyat Melanggar Sumpah

Rabu, 3 November 2021 8:11

IST

POLITIKAL.ID, SAMARINDA - Pergantian Ketua DPRD Kaltim disetujui 24 wakil rakyat yang hadir secara offline dan 16 orang secara virtual. Kesepakatan dibacakannya putusan PAw Makmur HAPK di sidang Paripurna lantaran hujan intrupsi fraksi Golkar itu seiring bergulir, dengan surat gugatannya ke PN Samarinda. Pada rapat paripurna masa sidang ke-25, Selasa (2/11/2021) itupun diwarnai aksi walk out Wakil Ketua DPRD Kaltim, Seno Aji dari fraksi Gerindra sebelum pembacaan putusan DPP Golkar melalui Sekwan, Muhammad Ramadhan. Dengan begitu pergantian Ketua DPRD Kaltim mesti menunggu putusan Pengadilan Negeri (PN) Samarinda. Meskipun begitu, dari tujuh fraksi setuju dan melanjutkan pergantian Ketua DPRD Kaltim. Saat ini pimpinan DPRD menyurati Gubernur terkait pergantian tersebut. Nantinya Gubernur Isran Noor akan menerima surat tersebut dan meneruskannya ke Kemendagri. Menanggapi situasi tersebut, akademisi Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah mengatakan putusan yang terjadi pada rapat paripurna tersebut menjadi bukti kekuatan hukum dianggap rendah daripada putusan politik. Apalagi, dalam kinerja seorang anggota legislatif itu diatur undang-undang. Dimana undang-undang yang ada itu juga memiliki kekuatan hukum yang tetap. "Mereka itu kan disumpah untuk menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan. Lantas bagaimana mungkin mereka melepeh sumpah itu dengan mendahulukan nafsu politik dibanding aturan hukum? Ini jelas kemunduran cara berpikir anggota DPRD yang tidak layak ditonton publik," kata Castro sapaannya, Rabu (3/11/2021). Menurutnya jika pergantian ketua DPRD itu berdasarkan putusan Mahkamah Partai dianggap keliru. Bahkan berdasarkan undang-undang nomor dua tahun 2011 pasal 32 ayat 5 menjelaskan, satu-satunya putusan partai yang bersifat final adalah kepengurusan partai itu sendiri. Ia mencontohkan kasus Fahri Hamzah yang dipecat PKS saat ia masih bertugas di DPR RI. "Atau kasus viani limardi yang dipecat Partai Solidaritas Indonesia di DPRD DKI. Usulan pergantiannya tidak bisa langsung dieksekusi, sebelum upaya hukum di pengadilan clear," ucap Herdiansyah. Ia pun memberikan kritik pedas terhadap keputusan salah satu pimpinan fraksi. Dimana sebelumnya menolak pergantian sembari menunggu hasil sidang, tiba-tiba berubah mendukung dan meneruskan pergantian ketua DPRD. Jadi seharusnya DPRD secara kelembagaan taat terhadap hukum, bukan tunduk terhadap kepentingan golongan. "Yang lebih aneh lagi, ada anggota DPRD yang goyah imannya hanya karena desakan kelompok tertentu. Itu kan konyol namanya," pungkasnya.
Tag berita:
Berita terkait