POLITIKAL.ID - Buntut pernyataan Presiden boleh memihak dan kampanye, PDIP memilih terang-terangan berseberangan dengan Jokowi.
Bahkan PDIP menuding keras bahwa pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 2, Prabowo-Gibran sebagai cerminan hasrat Jokowi memimpin Indonesia tiga periode.
Hal ini diungkapkan Sekjend PDIP Hasto Kristiyanto yang menilai pernyataan Jokowi telah melukai perjuangan konstitusi dan demokrasi.
"Apa yang disampaikan Pak Jokowi akhirnya membuktikan bahwa pasangan Prabowo-Gibran merupakan cermin Jokowi tiga periode yang selama ini ditolak oleh PDI Perjuangan bersama seluruh kelompok pro-demokrasi, para budayawan, cendekiawan, dan juga kekuatan yang berjuang menjaga konstitusi," ujar Hasto Kristiyanto, Kamis (25/1/2024).
Menurut Hasto, Jokowi sudah menjabat Presiden selama dua periode, tetapi di akhir masa jabatannya, mantan Gubernur DKI Jakarta itu justru menyatakan boleh berkampanye dan memihak.
Hasto menganggap, pernyataan Jokowi tersebut tak cuma melanggar etika politik, tetapi menodai pranata kehidupan bernegara yang baik.
"Bayangkan saja, Pak Jokowi ini sudah menjabat presiden dua periode, dan konstitusi melarang perpanjangan jabatan. Dengan ketegasan Pak Jokowi untuk ikut kampanye, artinya menjadi manifestasi tidak langsung dari ambisi kekuasaan tiga periode," ungkapnya.
Pria yang juga menjabat Sekretaris Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud ini mengingatkan kembali soal lolosnya Gibran maju di Pilpres 2024.
Ia menganggap rakyat telah memahami ambisi Jokowi tiga periode dengan memaksakan berbagai rekayasa hukum di Mahkamah Konstitusi (MK).
Cara lain yang dianggap Hasto sebagai langkah Jokowi untuk melanggengkan tiga periode yaitu membuntuti kampanye Ganjar-Mahfud di daerah.
"Khususnya di Jateng, Jatim, Lampung, dan NTT. Sebab Ganjar Pranowo itu presiden rakyat, dekat dengan wong cilik, memiliki program rakyat miskin yang diterima luas, dan menampilkan model kepemimpinan yang menyatu dengan rakyat, ditambah ketegasan Prof Mahfud MD," ucap Hasto Kristiyanto.
Terpisah, politikus PDIP Deddy Sitorus menganggap Presiden Jokowi tidak layak menyatakan boleh berkampanye dan memihak.
Deddy Sitorus berpendapat, Presiden hendaknya mengambil cuti jia ingin berkampanye untuk putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka yang mendampingi calon presiden Prabowo Subianto.
"Itu sebenarnya tidak perlu diucapkan, kalau memang dia mau berkampanye untuk anaknya, ya, ajukan saja cuti," kata Deddy Sitorus.
Politikus PDIP dapil Kalimantan Utara ini menilai seharusnya Jokowi gentle mengkampanyekan anaknya sebagai pewaris kekuasaan.
"Sudah cuti aja, bilang, pilihlah anak saya (Gibran Rakabuming). Karena kekuasaan harus diturunkan memastikan berlanjut ke anak saya. Selesai," ungkap Deddy Sitorus.
Kubu Ganjar-Mahfud Disindir Kepedean
Sementara itu, Sekretaris Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Nusron Wahid menilai reaksi kubu Ganjar-Mahfud terhadap pernyataan Presiden Jokowi berlebihan.
Nusron lantas menyindir respons kubu Ganjar-Mahfud tersebut seolah menunjukkan rasa sakit hati terhadap Presiden Jokowi.
Pasalnya selama ini, pendukung Ganjar-Mahfud terlalu yakin didukung Jokowi di Pilpres 2024.
"Ini sebenarnya sederhana. Isu moral dan etika ini dimunculkan karena Pak Jokowi tidak mendukung mereka," kata Nusron Wahid, Jumat (26/1/2024).
"Tahun lalu saat sebelah yakin didukung presiden, mereka bahkan optimis Pak Jokowi akan kampanye untuk mereka. Dulu kenapa tidak dipermasalahkan? Ini masyarakat harus tahu," ujarnya menambahkan.
Politikus Golkar ini mengajak publik melihat rekam jejak digital pemberitaan media massa pada medio Juni 2023 lalu.
Menurut Nusron Wahid, saat itu elite PDIP terlalu percaya diri Jokowi akan mendukung pencalonan Ganjar di Pilpres 2024.
"Monggo cek di berita, sekitar awal Juni tahun lalu, salah satu Ketua PDI Perjuangan meyakini bahwa Presiden Jokowi akan berkampanye untuk Ganjar. Bahkan beliau juga bicara aturan bahwa Presiden boleh cuti untuk berkampanye," ungkapnya.
(REDAKSI)