Usaha Iga Bakar Sunaryo Tidak Urus Pajak, Pemilik Keukeuh Bukan Restoran
Sabtu, 27 Agustus 2022 21:37
IST
POLITIKAL.ID, SAMARINDA – Pemkot Samarinda satu suara dalam melakukan penertiban warung Iga Bakar Sunaryo di Jalan Ahmad Yani Kelurahan Sungai Pinang. Selain disebut mengganggu estetika kota, warung Iga Bakar Sunaryo diduga tidak patuhi aturan retribusi pajak restoran Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Samarinda. Hal itu disampaikan Kepala Bapenda Samarinda, Hermanus Barus saat dihubungi pada Jumat (26/8/2022) kemarin. "Kalau mengacu pada aturan. Sebuah wirausaha beromzet di atas Rp 60 juta dalam setahun itu sudah wajib dikenakan pajak restoran," kata Barus sapaan dihubungi. Acuan pemerintah yaitu menerapan pajak restoran berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Kota Samarinda Nomor 9 Tahun 2019, Pasal 10 (1) Dasar pengenaan pajak restoran adalah jumlah pembayaran yang diterima atau yang seharusnya diterima sebuah tempat usaha, ditetapkan sebesar 10 persen. "Itu namanya saja pajak restoran, yang dimaksud pajak restoran itu adalah pajak usaha makananan, minuman ditempat dengan nama warung, kantin, restoran, cafe dan lainnya. Jadi dia itu (pajak restoran) tidak baku dalam bentuk restoran," ungkapnya. Berdasarkan aturan itu, maka Hermanus Baru menilai jika warung Iga Bakar Sunaryo yang berada di persimpangan Jalan Ahmad Yani, Kecamatan Sungai Pinang itu sudah sepantasnya melaksanakan kewajiban pajak restoran. "Kita lihat dari harga menu. Sekali makan di situ (Iga Bakar Sunaryo) kan Rp 40-50 ribu. Dalam sehari ada berapa banyak yang makan, kemudian dia itu buka selama 24 jam. Kalau 10 saja (pelanggan) sehari, itu sudah Rp 500 ribu, di kali sebulan sudah Rp 15 juta. Kita hitung dulu di situ. Dari situ kita sudah bisa tahu (wajib pajak restoran)," urainya. Dari hitungan tersebut, pria yang pernah bertugas di Inspektorat keuangan daerah itu mengakumulasi pendapatan warung Iga Bakar Sunaryo dalam setahun, lebih kurang mencapai Rp 180 juta. "Kita melihat saat ada dagangan yang sudah layak kena pajak, ya kita kenakan. Kita sudah lakukan persuasif bahkan dua bulan lalu. Sudah dilayani, dikasih peringatan, dikasih surat teguran berkali-kali agar segera mendaftarkan diri. Itu sudah dan mereka tahu, tapi mereka maunya itu lewat UMKM," terang Hermanus. Dalam aturan pajak restoran, Hermanus pula menekankan dirinya tidak membedakan seluruh jenis usaha dagang. "Kalau ingin mengatasnamakan UMKM maka ya diubah dulu regulasinya, kalau regulasinya masih begitu ya belum bisa. Bahkan ada juga penjual tahu tek-tek pun kena pajak. Ya namanya pajak di mana-mana ya begitu," tegasnya. [caption id="attachment_22306" align="alignnone" width="660"] Owner Iga Bakar Sunaryo, Yani.[/caption] Sementara itu, Yani salah satu owner Iga Bakar Sunaryo yang dikonfirmasi media ini menjelaskan bahwa sejak 2020 lalu memulai usahanya, dia mengaku tak pernah membayar pajak sebab dagangannya masuk dalam kategori UMKM. "Kami ini kan UMKM yang seharusnya wajib pajak itu hanya sebesar 0,5 persen. Kami ini bukan usaha restoran," ucap Yani. Yani yang merupakan salah satu pendiri Iga Bakar Sunaryo pun mengaku akan tetap mempertahankan usaha yang telah dibangun bersama lima rekannya itu. "Kami akan tetap pertahankan," tutupnya. (pik/001)
Berita terkait