Imbauan kepada mahasiswa untuk tidak ikut berdemonstrasi karena alasan membahayakan keselamatan dan kesehatan di masa pandemi tidak sejalan dengan kengototan pemerintah untuk tetap menyelenggarakan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak di berbagai daerah.
Kampanye pilkada yang diselenggarakan secara berkerumun memiliki risiko yang besar memperburuk penyebaran wabah Covid-19 dengan hasil terpilihnya pemimpin yang cenderung tidak berkualitas.
Terlebih, banyak calon kepala daerah yang juga bagian dari keluarga penguasa, termasuk anak dan menantu presiden. Demonstrasi menolak berlakunya UU Cipta Kerja memang memiliki risiko yang kurang lebih sama terkait penyebaran wabah, namun hal itu dilakukan untuk mencapai kemuliaan menentang kesewenangan penguasa dalam aliansinya dengan pengusaha yang telah membajak hukum dan demokrasi di Indonesia.
Berdasarkan penilaian itu, Aliansi Akademisi Menolak Omnibus Law menyatakan sikap mendesak Dirjen Kemdikbud, untuk tidak berupaya membungkam aspirasi civitas akademika dalam menyampaikan pendapat menolak berlakunya UU Cipta Kerja, dengan mencabut surat imbauan kepada perguruan tinggi mengenai larangan demonstrasi
"Demi tegakknya otonomi kampus dan integritas perguruan tinggi sebagai lembaga pengetahuan yang hanya mengabdi pada kebenaran, mendesak rektor seluruh Indonesia untuk menolak segala bentuk intervensi politik yang sekadar melayani kepentingan penguasa dengan menolak melaksanakan imbauan Dirjen Kemdikbud mengenai larangan demonstrasi menolak UU Cipta Kerja," terangnya.
Selain itu, mendorong perguruan tinggi seluruh Indonesia untuk mendukung aksi demonstrasi damai dan tertib serta tetap mengikuti protokol kesehatan covid19 guna menentang kesewenangan kekuasaan yang beraliansi dengan pengusaha melalui pembentukan paket UU bermasalah, terutama UU Cipta Kerja.
"Mendorong insan akademik perguruan tinggi agar aktif mengkritisi dan membantah berbagai disinformasi yang disebarkan berbagai pihak untuk mengelabuhi publik mengenai bahaya UU Cipta Kerja," pungkasnya
"Mewakili pernyataan pers ini, Abdil Mughis Mudhoffir, PhD. (Dosen Universitas Negeri Jakarta) dan Dr. Wendra Yunaldi (Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat)," sambungnya. ( Redaksi Politikal - 001 )