POLITIKAL/ID - Sejak diumumkan pada awal Maret 2020, bantuan sosial (bansos) bagi warga terdampak pandemi virus corona (Covid-19) menuai beragam masalah. Kesemrawutan data penerima bantuan memantik perdebatan sengit antara pemerintah pusat dan daerah.
Salah satu kasus pertama yang mencuat ke publik ada di Bekasi. Saat itu, publik dihebohkan dengan kabar pemilik dua mobil menerima bansos. Sementara 20 KK yang berhak di RT 04/RW 09 Kelurahan Telukpucung, Bekasi Utara justru tak mendapat bantuan sama sekali.
Beberapa tokoh masyarakat di sana pun mengecek data yang digunakan kelurahan dalam penyaluran bantuan. Mereka menemukan data yang digunakan adalah penerima bantuan langsung tunai (BLT) tahun 2010.
Kejanggalan data bansos juga terungkap di DKI Jakarta. Anggota DPRD DKI Jakarta Fraksi PDIP Jhonny Simanjuntak dibuat heran saat namanya masuk daftar penerima bansos dari Pemprov DKI. Hujan kritik pun dilayangkan Fraksi PDIP di DPRD DKI Jakarta kepada Pemprov DKI.
Perdebatan semakin memanas saat Menteri Sosial Juliari Batubara membawa kisruh data bansos ke Rapat Kerja Komisi VIII. Juliari mengklaim menemukan sejumlah kejanggalan dalam urusan penyaluran Bansos di Jakarta.
Politikus PDIP itu mengaku telah terjun ke 15 titik di Ibu Kota. Hasilnya, ia menemukan sasaran bansos telah menerima bantuan dari Pemprov DKI Jakarta.
"Pada saat ratas terdahulu, kesepakatan awalnya tidak demikian. Gubernur DKI meminta bantuan pemerintah pusat untuk meng-cover bantuan yang tidak bisa di-cover oleh DKI," kata Juliari dalam Rapat Kerja Komisi VIII yang disiarkan langsung akun Youtube DPR RI, Rabu (6/5).
Juliari menambahkan hingga hari itu baru 955.312 KK dari sekitar 1,3 juta KK yang telah menerima bansos. Dia beralasan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tak kunjung mengirim data sisanya.
Dalam rapat itu juga, Juliari menyalahkan para kepala daerah dan dinas sosial di daerah atas kesemrawutan data bansos. Menurutnya, keterlambatan dan ketidaktepatan penyaluran bansos karena didasari unsur politik di daerah.
Dia juga bilang dalam bansos kali ini Kemensos tak murni menggunakan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Dengan alasan ada potensi orang miskin baru saat pandemi corona, Kemensos menyerahkan masalah data ke pemda. Namun Juliari juga bilang data itu tak melalui verifikasi oleh Kemensos.
"Kemensos terima dan tidak akan cek lagi. Kenapa? Karena tidak punya waktu. Ini hanya tiga bulan program ini. Kalau waktu kami hanya dihabiskan untuk cek ke lapangan, Covid-nya selesai, bantuannya belum datang," tutur Juliari.