"Perubahan ini terlihat sepele tapi sangat mengubah subtansi karena awalnya yang akan diatur lebih lanjut dalam PP (Peraturan Pemerintah) adalah implementasi dari ketersediaan prasarana, sarana dan utilitas umum," tambahnya.
Berdasarkan penelusuran CNNIndonesia.com, ada perubahan bunyi soal syarat perjanjian pendahuluan jual beli perumahan di Pasal 42 ayat (3) Ciptaker.
Pada draf Omnibus Law Ciptaker yang disahkan di Rapat Paripurna DPR, syarat perjanjian jual beli yang diatur dalam PP ialah "ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum" (huruf d).
Sementara, pada naskah Omnibus Law Ciptaker yang sudah diserahkan kepada Istana dengan 1187 halaman, syarat perjanjian jual beli yang diatur dalam PP ialah "keterbangunan perumahan paling sedikit 20%" (huruf e).
Suryadi melanjutkan bahwa perubahan pasal ini memperlihatkan bahwa angka keterbangunan perumahan sebesar 20 persen menjadi perhatian khusus sebab akan diatur lebih lanjut dalam PP.
"Apalagi pada awal draft RUU Cipta Kerja persentase keterbangunan ini sempat akan dihilangkan namun telah diperjuangkan oleh FPKS untuk dipertahankan sebagai bagian terhadap perlindungan konsumen," tandas dia.
Sebelumnya, Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengklaim tidak ada perubahan substansi dari UU Cipta Kerja yang disahkan DPR dan diserahkan ke Istana.
Meskipun, ada perubahan jumlah halaman dari 812 menjadi 1.187 halaman.