Selain itu, masalah selanjutnya adalah keterlibatan partisipasi publik. Koalisi menilai pembahasan RUU MK menambah catatan panjang produk legislasi DPR yang cacat formil dan tak sejalan dengan kebutuhan serta kehendak publik.
Koalisi Save Mahkamah Konstitusi ini terdiri dari Indonesia Corruption Watch (ICW), Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Konstitusi dan Demokrasi Inisiatif (Kode Inisiatif), Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas, dan sebagainya.
CNNIndonesia.com sudah berupaya menghubungi Staf Khusus Presiden Bidang Hukum, Dini Shanti Purwono, untuk mendapat respons mengenai tudingan koalisi dan mengonfirmasi terkait surat presiden untuk RUU MK. Namun sampai berita ini ditulis, belum diperoleh jawaban dari yang bersangkutan.
Sementara Juru Bicara Mahkamah Konstitusi Fajar Laksono menyatakan pihaknya tak ikut campur dalam proses revisi UU MK. Lembaga pimpinan Anwar Usman itu menyerahkan kewenangan tersebut kepada DPR selaku pembentuk undang-undang.
"Sesuai kedudukan, MK pasif, tak ikut-ikut dalam proses legislasi, apalagi yang akan mengatur MK sendiri. Semua RUU pada gilirannya menjadi UU, dan semua UU potensial diuji di MK," kata Fajar kepada CNNIndonesia.com. (*)
Artikel ini telah tayang di cnnindonesia.com dengan judul "RUU MK Disebut 'Tukar Guling' Kepentingan Presiden dan DPR"