Oleh karena itu, Andy mengatakan bahwa penerapan Permen LHK No 7/2014 dalam penindakan kasus korupsi timah, akan menjadi preseden buruk bagi dunia hukum Indonesia.
“Ke depan atas nama kerusakan lingkungan kalau dipakai perhitungan tersebut, dan bisa dikatakan korupsi dan kemudian dianggap sebagai kerugian negara yang tidak terbatas BUMN, siapapun perusahaan bisa dipidanakan nantinya ke depan," paparnya.
Selain itu, Andy juga menyampaikan penanganan perkara korupsi timah ini membuat para pekerja tambang milik kliennya terpaksa berhenti akibat dari pembekuan rekening perusahaan oleh Kejaksaan Agung.
“Masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari bekerja sebagai karyawan CV VIP sekarang harus menahan lapar akibat tidak adanya aktivitas perusahaan yang berjalan," kata Andy.
Bukan cuma pekerja tambang CV VIP saja, kata dia, aset perusahaan lain berupa kebun kelapa sawit juga ikut dibekukan, sehingga para pekerja di kebun milik CV VIP pun ikut terkena imbasnya. Kedua perusahaan itu memiliki pekerja sekitar 600 an orang masing-masing.
Lebih lanjut Andy mengatakan, saat ini para pekerja tambang dan kebun kelapa sawit milik kliennya menggantungkan hidup pada keluarga yang bekerja di tambang milik perusahaan lain yang masih beroperasi.
“Anak-anak yang bersekolah menjadi terlantar akibat orang tua mereka yang tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup. Apakah pemerintah tidak bisa melihat dengan nurani dan memperhitungkan bagaimana nasib masyarakat di Bangka?” kata Andy.
Sebelumnya, Rabu (29/5), Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung Febrie Adrianto mengatakan nilai Rp300 triliun merupakan riil sebagai nilai kerugian negara akibat tambang timah ilegal dalam perkara korupsi timah tersebut.
“Angka yang disebut Rp300 triliun, masuk dalam kualifikasi kerugian keuangan negara. Jaksa akan maju ke persidangan, dalam dakwaannya tidak memasukkan kualifikasi perekonomian negara. Rp 300 triliun akan didakwa sebagai kerugian negara,” kata Febrie.