Sabtu, 23 November 2024

Mahasiswa dan Pemuda Kaubun, Kutim Tuntut Pencabutan Omnimbus Law UU Cipta Kerja, Ini Alasannya

Selasa, 6 Oktober 2020 3:4

IST

POLITIKAL.ID, SAMARINDA - Aksi menuntut pencabutan Omnibuslaw UU Cipta Kerja dilakukan seluruh rakyat diberbagai daerah.

Tak terkecuali di Kecamatan Kaubun, Kabupaten Kutai Timur ( Kutim ) Kaltim, Selasa (6/10/2020).

Seperti diketahui, seruan buruh pada tanggal 6 sampai 8 Oktober 2020 pemogokan umum.

Ikatan Keluarga Besar Mahasiswa (IKBM) Kaubun bersama Pemuda Kaubun melakukan pernyataan sikap politik dengan memasang beberapa spanduk diantaranya bertuliskan Mosi Tidak Percaya, Jegal Sampai Gagal, Tolak Omnimbus Law & Tolak UU Cipta Kerja di depan Gerban Desa Bumi Etam diantara jalan Provinsi menuju Kota Berau.

"Pembahasan DPR dalam sidang paripurna terus memaksakan agenda ditengah-tengah situasi pandemi covid-19, hingga disahkan aturan Rancangan Undang-Undang (RUU) menjadi Undang-undang (UU) terkhusus dalam poin klaster Ketenagakerjaan yang termaktub dalam Omnimbus Law sehingga kesannya terlalu bernafsu untuk melakukan agenda kejahatan tanpa memfokuskan untuk menyelesaikan keselamatan rakyat di masa covid-19," kata Ketua IKBM Kaubun, Muhammad Hasbi Mo'a.

Ada beberapa pasal yang jelas tidak mengakomodir kepentingan buruh. Misalnya dalam pasal 88 huruf c dan 88 huruf d draf RUU Cipta Kerja klaster ketenagakerjaan, penentuan upah minimum hanya memperhitungkan pertumbuhan ekonomi dan inflasi provinsi.

Padahal, sebelumnya, Peraturan Pemerintah (PP) 78/2005 mengatur penetapan upah provinsi serta kabupaten/kota memerhatikan standar kualitas hidup layak hingga sekup kabupaten/kota. Adapun upah minimum sektoral, seperti di sektor pertambangan dan perkebunan, dihapuskan dalam RUU Cipta Kerja.

Kedua, memangkas pesangon buruh yang di-PHK. Nilai pesangon bagi pekerja dalam omnibus law turun karena pemerintah menganggap UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan tidak implementatif.

Ketiga, penghapusan izin atau cuti khusus yang tercantum dalam UU 13/2003. Penghapusan ini seperti tidak masuk kerja saat haid hari pertama, keperluan menikah, menikahkan, mengkhitankan, pembaptisan anak, istri melahirkan/keguguran dalam kandungan, hingga anggota keluarga dalam satu rumah yang meninggal dunia.

Ketiga mengenai nasib dan status kerja para buruh outsourcing semakin tidak jelas dalam omnibus law. Misalnya pekerja alih daya atau outsourcing yang sebelumnya diatur pasal 64 dan 65 UU Ketenagakerjaan dihapus. Kedua pasal tersebut mengatur bahwa perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerja kepada perusahaan yang lain melalui perjanjian penyediaan jasa pekerja/buruh secara tertulis. Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain dilaksanakan melalui perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat secara tertulis.

Pasal 90 UU Ketenagakerjaan dihapus pada RUU Cipta Kerja. Padahal klausul ini mencantumkan sanksi bagi para pengusaha yang melanggar ketentuan upah minimum.

Halaman 
Tag berita:
Berita terkait