"Sebaiknya dibintangi sebagian. Toh, untuk mengecek validitas pemilih, kebenaran pemilih yang hadir, bisa pakai e-KTP," ujarnya.
Titi berpendapat tak ada urgensi berlebihan untuk mencantumkan NIK secara lengkap di formulir C6.
Pasalnya, C6 bukan prasyarat wajib seorang pemilih untuk menggunakan hak pilihnya di TPS.
"Kalaupun tidak ada NIK full, sepanjang diketahui siapa pemilih dan lokasi memilih, tidak masalah. Karena biasanya selain NIK, ada alamat, dan sebagainya," ucap Titi.
Pencantuman NIK secara lengkap dalam formulir C6 menjadi sorotan usai simulasi Pilkada Serentak 2020 yang digelar KPU di Jakarta pada Rabu (22/7).
Anggota Bawaslu Mochammad Afifuddin yang pertama mengkritiknya.
Afif khawatir NIK yang dibuka seperti itu akan membahayakan data pemilih.
Sebab ada proses yang melibatkan sejumlah pihak hingga formulir C6 diterima pemilih.
"Di C6 undangan yang diberikan ke pemilih, di simulasi itu, NIK-nya lengkap. Memang NIK bisa langsung sampai ke pemilih sehingga tetap rahasia? Kan enggak. Ada petugas nanti yang akan membagi," tutur Afif dalam webinar "Pilkada Sehat 2020, Apa Syaratnya?", Rabu (29/7). (*)
Artikel ini telah tayang di cnnindonesia.com dengan judul "KPU soal Keamanan Data Pemilih: Petugas Terikat Sumpah"