Diketahui, pada Pemilu 2019 lalu, PDIP memperoleh 19,3 persen. Paling tinggi dibanding partai peserta pemilu lainnya.
"Itu dalam rangka mewujudkan presidensialisme dan pemerintahan efektif dan penguatan serta penyederhanaan sistem kepartaian serta menciptakan pemilu murah," kata Sekretaris Jendral PDIP Hasto Kristiyanto ketika itu.
Berbeda, Wakil Ketua Komisi II dari Fraksi PKB Yaqut Cholil Qoumas menyatakan bahwa PKB tidak masalah dengan rencana kenaikan PT dalam RUU Pemilu.
Namun, katanya, PKB mengusulkan agar kenaikan hanya sebesar 1 persen saja.
"PKB mengusulkan 5 persen sebagai pilihan moderat, agar tidak terlalu drastis kenaikannya," ucap Yaqut.
Ia berharap besaran 5 persen tersebut berlaku nasional. Artinya 5 persen juga berlaku untuk ambang batas DPRD tingkat provinsi, dan DPRD tingkat kabupaten/kota. Pada Pemilu 2019 lalu, PKB mendapat 9,69 persen suara nasional.
Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera berkata bahwa partainya berpendapat bahwa parliamentary threshold dan ambang batas presiden harus sama yakni di 4,5 persen. Pada Pemilu 2019 lalu, PKS mendapat 8,21 persen suara nasional.
"Ambang batas untuk presiden sama dengan ambang batas untuk parlemen agar tidak ada barrier to entry. PKS usul ambang batas parlemen dan presiden sama di angka 4,5 persen," ucap dia.
Mardani menuturkan bahwa usulan parliamentary threshold naik menjadi 7 persen sebenarnya tidak masalah.
Namun, lanjutnya, Indonesia sedang memerlukan banyak suara sehingga keberagaman yang ada bisa terwadahi.
Menurutnya, PT sebesar 7 persen akan berpeluang membuat parpol berlandaskan Islam yang lolos ke Senayan di 2024 mendatang hanya berjumlah satu.
"Jika tujuh persen, partai Islam nanti yang lolos cuma satu, repot. Paling tidak ada dua, tiga partai Islam bisa saling mewarnai," tutur Mardani.
Parliamentary threshold sendiri terus bertambah. Pada Pemilu 2009, ambang batas parlemen adalah 2,5 persen suara.
Bertambah menjadi 3,5 persen pada Pemilu 2014 dan 4 persen pada Pemilu 2019.
Pemilu 2019 juga memiliki ciri yang berbeda, yakni pemilihan anggota legislatif dilangsungkan bersamaan dengan pemilihan presiden.
Tidak seperti sebelumnya ketika pileg dilakukan beberapa bulan terlebih dahulu.
Hasil suara pileg tersebut lalu dipakai sebagai patokan syarat presidential threshold.
Tidak seperti pada Pemilu 2019.
Lantaran pileg dan pilpres dihelat secara serentak, maka patokan suara sebagai syarat presidential threshold adalah hasil pemilu 2014. (*)
Artikel ini telah tayang di cnnindonesia.com dengan judul "Revisi UU Pemilu, Ada 3 Opsi Penentuan Nasib Partai di 2024"