RUU Cipta Kerja diyakini tidak hanya melanggar norma-norma pembentukan, kata dia, namun lebih prinsipil melanggar asas-asas utama penyelenggaraan negara yang ada dalam UUD 1945 serta melanggar etika atau moral konstitusi.
"Selama proses perancangan, pemerintah tidak pernah secara terbuka menyampaikan ke masyarakat, bahkan terkesan sembunyi-sembunyi. Publik baru dapat mengakses setelah RUU itu selesai dirancang oleh pemerintah dan diserahkan ke DPR," ujar dia.
Dalam tayangan tersebut juga dijelaskan bahwa sejak Maret hingga April 2020, tercatat sudah ada 92 akademisi yang menandatangani petisi online menolak Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker).
Selain kalangan akademisi, sebelumnya juga banyak penolakan dari berbagai elemen masyarakat sipil terkait Omnibus Law Ciptaker.
Bahkan, Puluhan ribu buruh dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) disebut akan turun ke lapangan menggelar aksi pada 30 April mendatang jelang peringatan hari buruh atau May Day yang jatuh pada 1 Mei. Salah satu agenda tuntutannya yakni menolak RUU Omnibus Law Ciptaker. (*)
Artikel ini telah tayang di cnnindonesia.com dengan judul "Akademisi Nilai RUU Ciptaker Langgar Asas Keterbukaan"