POLITIKAL.ID - Sekjend PDIP, Hasto Kristiyanto berkoar-koar soal perolehan suara Ganjar-Mahfud di Pilpres 2024 jeblok.
Hasto menuding ada algoritma "pengunci suara" Ganjar-Mahfud sehingg hanya mencapai angka 17 persen, dalam data sistem informasi rekapitulasi pemilu (Sirekap) KPU.
Namun tudingan tersebut mendapat respons tajam dari Direktur Eksekutif Indo Barometer M. Qodari.
Qodari bahkan membungkam tudingan Sekjend PDIP itu dengan sejumlah alasan.
Menurut Qodari, tidak mungkin ada algoritman pengunci suara, sebab pemilih langsung menyalurkan suaranya di TPS yang dalam prosesnya diawasi oleh pengawas pemilu, saksi partai, saksi calon dan masyarakat.
Selain itu, KPU menerapkan rekapitulasi berjenjang mulai tingkat Tempat Pemungutan Suara (TPS), kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, hingga pusat.
"Kalau saya ya pilih percaya dengan KPU karena, pertama ini kan data yang berasal dari TPS-TPS bisa dicek sebetulnya apakah data-data di TPS memang betul seperti itu, kalau tidak sesuai kan tentu masyarakat bisa protes dan bisa dilakukan koreksi," ungkap Qodari, Minggu (10/3/2024).
Alasan kedua, Qodari meyakini hasil perolehan suara tidak akan jauh berbeda dengan hitung manual berdasarkan dokumen C1-Plano.
"Saya haqqul yakin nanti hasil hitungan manual KPU juga tidak akan berbeda jauh dengan hasil Sirekap atau hitungan elektronik, dalam pilpres sebelumnya juga saya ingat walaupun ada pro kontra terhadap hitung elektronik tetapi pada akhirnya sebetulnya tidak berbeda jauh dengan hitung manual," ujarnya.
"Nah kalau sudah hitung manual bagaimana mau membantahnya, kan semuanya dasarnya adalah data-data tertulis data-data fisik berdasarkan hasil hitungan di C1,” kata imbuh Qodari.
Alasan ketiga, seharusnya Hasto dapat memahami dan mengerti hasil quick count atau hitung cepat dari sejumlah lembaga survei tidak akan jauh berbeda dengan hitungan resmi KPU.
Apalagi angka yang ditampilkan dalam Sirekap maupun penghitungan real KPU tak berbeda jauh dengan Quick Count dari lembaga survei.
Termasuk perolehan suara Ganjar-Mahfud yang hanya mendapat sekitar 16-17 persen di Pilpres 2024.
"Mas Hasto kan Sekjen PDI Perjuangan, partai besar yang notabenenya bisa mengajukan calon di berbagai daerah termasuk daerah-daerah yang besar dan penting sehingga harusnya bisa mengetahui dan memahami bagaimana antara hasil quick count dan hasil akhir itu sebetulnya tidak akan jauh berbeda," kata Qodari.
Menurut Qodari, tuduhan Hasto soal data KPU telah diatur sedemikian rupa untuk mengalahkan atau memenangkan capres tertentu, sangat tidak masuk akal.
Bahkan Qodari mengaku bisa membantah dengan mudah tuduhan Sekjend PDIP itu dengan membandingkan data IT yang diklaim Hasto sebagai kecurangan dengan hasil dokumen C1-Plano.
"Jadi sebetulnya memang sangat mengherankan dan absurd bahwa Mas Hasto bisa mengatakan data KPU ini sudah di-setting untuk atau dikunci pada angka 17 persen walaupun beliau mengutip mereka-mereka yang disebut sebagai ahli IT," ucapnya.
"Ya balik lagi ya ahli IT ini tinggal bentur kan saja dengan realitas di lapangan dibenturkan dengan hasil C1 TPS hitung suara di tiap TPS dan di situ tentu akan terlihat bagaimana sesungguhnya angka elektabilitas yang sekarang ini terutama dari real count. Dan yang bisa kita pantau adalah di dalam Sirekap itu sebetulnya akumulasi," pungkas Qodari.
(REDAKSI)