POLITIKAL.ID, SAMARINDA - Salah satu perusahaan olahan kayu lapis di Kota Samarinda, Kecamatan Palaran, Kelurahan Bukuan telah melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal kepada ribuan buruh.
Dijumpai anggota DPRD Samarinda, Anhar mengatakan dirinya tengah menelisik PHK massal perusahaan pabrik PT Tirta Mahakam Tbk apakah sudah sesuai dengan peraturan undang-undang ketenagakerjaan dan perjanjian kerja bersama.
"Perusahaan mau phk buruh harus betul-betul dilandasi aturan hukum," ujar Anhar.
Kendati pengurangan tenaga kerja dalam jumlah massal dianggap wajar dalam dalam setiap industri padat karya. Namun politisi PDI P itu memberikan saran kepada perusahaan untuk mempelajari benar-benar UU nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, bab 12, pasal 150 sampai 172.
Selain juga dijelaskan secara ekplisit dalam UU. Namun dalam pelaksanaanya, hubungan produksi baik hak dan kewajiban antar buruh dan perusahaan tertuang dalam surat perjanjian kerja bersama (pkb) yang diteken bersama-sama.
"Segera kami undang PT Tirta Mahakam ini untuk menjelaskan duduk perkara phk yang dilakukan. Jangan sampai kewajiban normatif perusahaan tidak dilakukan," imbuhnya.
Anggota Komisi III DPRD Samarinda itu juga menambahkan, menjadi isu perburuhan saat ini, praktik phk terselubung perusahaan untuk melepas tanggungjawab pemberian hak normatif kepada buruh.
Disebutnya buruh outsourcing yang sudah lama bekerja menghasilkan keuntungan bertahun tahun bagi perusahaan, namun perusahaan maupun pihak ketiga subkontraktornya tidak memberikan perhatian sebagai penyambung kehidupan buruh setelah tidak lagi bekerja di perusahaan.
"Tidak fear saja phk ini untuk buruh, kalau memang terbukti ada seperti itu harus ditegaskan subkon penyalur tenaga kerjanya juga, tidak boleh lepas tangan begitu saja," tegas mantan pengurus serikat pekerja awal era reformasi itu.
Kendati situasi wabah korona mempengaruhi iklim usaha, menurutnya sebisa mungkin phk tidak dilakukan.
Pun ucap wakil rakyat dapil Palaran, seberang, Loa Janan Ilir itu perusahaan harus mau jujur kalau perusahaan olahan kayu itu sedang merugi dan mengikuti aturan yang berlaku.
"Ada hasil audit akuntan independen, biarpun lagi failit, alasan phk bukan opsi solutif, jangan sampai muncul permasalahan baru seperti pengangguran yang muaranya bisa menimbulkan gejolak di masyarakat," bebernya.
Sebab itu dirinya mewanti-wanti PT Tirta Mahakam kalau tidak melakukan kewajiban sebagai perusahaan bisa berhadapan dengan hukum, dan buruh karena melanggar peraturan pemerintah.
"Makanya kami ingatkan, jangan mencari keuntungan dari situasi ini. Kalau memang phk, ketika perusahaan kembali beroperasi, buruh dipanggil lagi untuk bekerja, makanya kami mau panggil perusahaan untuk menjelaskan," pungkasnya.
Info yang dihimpun media ini, sebanyak 2800 buruh telah di phk pada bulan April lalu secara bertahap dan menyisakan 200 buruh yang masih bekerja.