Aksi ini dilakukan secara damai dan tertib. Orasi dilakukan di pelataran Makopolres Bontang sekitar 30 menit. Sementara 10 menit sisanya awak media melakukan aksi duduk di pelataran, kendati langit sedang terik-teriknya. Untuk menunggu Kapolres Bontang, AKPB Hanifa Martunis Siringoringo untuk turun menemui peserta aksi.
Usai berkomunikasi dengan Kasubag Humas Polres Bontang, AKP Suyono, awak media diminta memasuki ruang rapat utama (Rupatama) untuk melakukan diskusi dan penyampaian aspirasi kepada Kapolres Bontang.
Penyampaian aspirasi pun berjalan kondusif. Di kesempatan itu beberapa awak media menyampaikan penyesalannya atas tindakan represif aparat kepada rekan seprofesi. Betul bila kejadian itu tak terjadi di Bontang. Tapi bila aksi itu dilakukan, bisa jadi kejadian serupa juga terjadi terhadap jurnalis di Bontang.
"Ini bentuk solidaritas kami kepada rekan seprofesi. Dalam catatan digital di Bontang, memang belum terjadi. Dan semoga relasi baik kita bisa terus dijaga," ujar jurnalis Tribun Kaltim, Fachri Mahayupa.
Sementara jurnalis Dialektis.co, Andi Yudi meminta Kapolres memberikan pemahaman kepada anggotanya. Bahwa wartawan, dalam menjalankan tugas dan peranan profesinya dilindungi oleh Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang pres. Dengan begitu, semua pihak petugas kepolisian juga harus menghormati ketentuan-ketentuan dalam UU Pers
"Mungkin anggotanya diberi edukasi lagi supaya lebih paham lagi soal itu, pak," Andi Yudi Zakaria menyarankan.
Sementara itu, Ketua FJB, Edwin Agustyan mengatakan hal senada, jangan sampai catatan buruk tahun 2019 kembali terulang di tahun ini.
“2019 AJI menetapkan Kepolisian sebagai musuh kebebasan pers, jangan sampai tahun ini gelar itu dipertahankan. Jangan melakukan tindakan represif, baik ke jurnalis maupun kepada siapapun, karena tugas polisi melindung dan mengayomi ,” kata Edwin sapaannya.
Perwakilan AJI, Kartika Anwar menyebut kekerasan terhadap jurnalis banyak disebabkan karena mereka merekam aksi kekerasan terhadap demonstran.