Selasa, 14 Mei 2024

Alasan Jokowi Tunda Pembahasan RUU Ciptaker

Sabtu, 25 April 2020 3:10

Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Bogor melakukan aksi long march dalam aksi menolak RUU Omnibus Law di jalan raya Djuanda, Kota Bogor, Jawa Barat, Jumat 7 Februari 2020. ANTARA FOTO/Arif Firmansyah

POLITIKAL.ID - Pengumuman Presiden Joko Widodo meminta pembahasan Rancangan Undang-Undang atau RUU Cipta Kerja dalam Omnibus Law ditunda disampaikan Jumat kemarin, 24 April 2020, atau dua hari setelah bertemu tiga pemimpin serikat buruh di Istana Negara, Jakarta.

"Kemarin pemerintah telah menyampaikan kepada DPR dan saya juga mendengar Ketua DPR sudah menyampaikan kepada masyarakat bahwa klaster Ketenagakerjaan dalam RUU Cipta Kerja ini pembahasannya ditunda, sesuai dengan keinginan pemerintah," kata Jokowi.

Penundaan itu sekaligus untuk mendapatkan masukan dari para pemangku kepentingan. Dia tak merinci lebih lanjut sampai kapan penundaan tersebut. Video keterangan virtual itu hanya berdurasi 1 menit 30 detik.

Pengumuman itu disambut baik oleh tiga pemimpin serikat buruh yang menemui Jokowi pada Rabu lalu, yakni Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani Nena Wea, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal, dan Ketua Umum Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Elly Rosita Silaban.

Seusai pengumuman, ketiga pemimpin yang tergabung dalam Majelis Persatuan Buruh Indonesia (MPBI) ini mengumumkan pembatalan aksi yang sedianya digelar 30 April 2020. Aksi menolak RUU Cipta Kerja itu tadinya akan digelar di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat dan Kementerian Koordinator Perekonomian.

Andi Gani bercerita, dalam suatu pertemuan sebelum Rabu kemarin, dia menyampaikan alasan buruh menolak keras omnibus law. Gani juga menyebut bahwa komunikasi di antara para pembantu Jokowi kurang baik, misalnya di antara Kemenkoperekonomian dan Kementerian Ketenagakerjaan.

Buruh tak dilibatkan dari awal. Kepada Gani, Jokowi mengaku mendapat laporan bahwa semua proses sudah dilalui.

"Presiden mendapatkan laporan bahwa semua proses sudah dilalui, saya katakan tidak, yang mana yang sudah dilalui? Karena saya tdak merasa pernah diajak bicara soal draf," ujar Gani.

Dalam pertemuan Rabu lalu, setidaknya ada tiga permintaan pemimpin buruh kepada Jokowi mengenai klaster ketenagakerjaan. Yakni menunda pembahasan selama pandemi Covid-19, menarik draf dan membahas ulang dengan melibatkan semua pihak, atau mengeluarkan klaster ketenagakerjaan dari RUU Cipta Kerja.

"Kami ingin dicabut total dan dibahas drafnya dari awal, permintaannya itu. Kalau dengan draf ini kita akan nolak juga," kata Andi Gani kepada Tempo, Jumat, 24 April 2020.

Gani mengatakan, mereka meminta agar dilibatkan dalam penyusunan draf. Ia menyebut beberapa partai di DPR mungkin mengira penundaan itu hanya selama pandemi Covid-19. Namun, Gani menegaskan buruh ingin draf yang merugikan mereka didrop dan disusun ulang.

"Itu permintaan kami kepada Presiden," kata pendukung Jokowi sejak Pilgub DKI 2012 ini.

Said Iqbal senada mengatakan draf RUU Cipta Kerja dalam klaster ketenagakerjaan Omnibus Law harus dibahas ulang. Pembahasan harus melibatkan seluruh stakeholder dan dilakukan setelah pandemi Covid-19 selesai.

Menurut Iqbal, Jokowi menyetujui penyusunan ulang rumusan klaster ketenagakerjaan itu.

"Sepertinya begitu, dengan pernyataan beliau (Jokowi) yang menyatakan akan mendengarkan pandangan semua pemangku kepentingan," kata Iqbal kepada Tempo, Jumat, 24 April 2020.

Elly Rosita Silaban mengatakan pengumuman Jokowi itu lumayan melegakan. Setidaknya, kata dia, saat ini serikat buruh dapat berkonsentrasi mengadvokasi anggotanya yang dirumahkan atau di-PHK akibat pandemi Covid-19.

"Walaupun Presiden tidak menyebut atas desakan buruh, setidaknya poinnya dapat," ujar Elly. (*)

Artikel ini telah tayang di tempo.co dengan judul "Di Balik Keputusan Jokowi Menunda Pembahasan RUU Cipta Kerja"

Tag berita:
Berita terkait