POLITIKAL.ID, SAMARINDA – Pilkada Samarinda resmi diikuti 3 pasangan calon. Ketiganya yakni Barkati-Darlis, Andi Harun-Rusmadi, serta Zairin Zain-Sarwono.
Dua paslon mendapat usungan partai, sementara 1 paslon berasal dari jalur independen.
Tinggal menunggu hari menuju pencoblosan di 9 Desember.
Menakar kemungkinan para pasangan calon untuk bisa melenggang ke kursi Samarinda 1 dan 2.
Beberapa sample tim redaksi ambil, berdasarkan data jumlah suara serta dukungan yang berhasil dikumpulkan, yakni dari jalur partai serta independen.
Sumber data pertama adalah Daftar Pemilih Tetap (DPT).
Diketahui, KPU Samarinda secara resmi menetapkan Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Samarinda Tahun 2020, pada hari ini, Rabu, (14/10/2020) lalu. Angka DPT yakni 576. 981.
Hitung-hitungan
Di penetapan akhir untuk jalur independen, adalah Zairin-Sarwono yang lolos sebagai paslon.
Dari 69.725 berkas dukungan yang mereka serahkan ke KPU Samarinda, sebanyak 51.652 dianggap memenuhi syarat.
Jumlah itu sudah melampaui syarat dukungan yang ditetapkan KPU yakni 43.977 dukungan.
Jumlah dukungan yang berhasil dikumpulkan paslon Zairin-Sarwono inipun tim redaksi mengkalkulasi dengan angka DPT di Pilkada Samarinda 2020, yakni 576.981.
Jika dihitung, maka Zairin-Sarwono dapatkan 8,9 persen dukungan dari total DPT keseluruhan yakni 576,981.
Angka itu adalah persentase dari jumlah dukungan Zairin-Sarwono yang disahkan KPU, dibagi dengan DPT dan dikalikan 100. Hasilnya 8,92.
Angka tersebut masih sangat mungkin diungguli oleh calon dari partai politik.
Pengamat politik Universitas Mulawarman, Budiman menjelaskan, calon perseorangan kerap mengandalkan program unggulan untuk memikat hati masyarakat.
Meski memiliki program yang mantap, potensi berbenturan dengan kepentingan partai politik yang sudah menempatkan kadernya di DPRD Samarinda sangat tinggi.
Bisa jadi, menurut Budiman, program-program yang selama ini di kampanyekan akan ditolak oleh DPRD Samarinda. Apalagi jika, berkaitan dengan anggaran akan berhadapan dengan legislator dari perwakilan partai.
“Kecondongannya calon perseorangan ini jualan program, nah benturannya nanti pas sudah terpilih jadi wali kota, sangat berpotensi bila program itu juga berbenturan dengan kepentingan anggota DPRD, bisa saja program itu ditolak,” jelasnya.
Berbeda halnya dengan calon dari partai politik.