POLITIKAL.ID, SAMARINDA - Keberadaan Sungai Karang Mumus (SKM) yang membelah Kota Samarinda selalu menjadi sorotan.
Pendangkalan “parit raksasa” ini disebut-sebut sebagai penyumbang terbesar penyebab banjir di Kota Tepian.
Keberadaan permukiman kumuh di bantaran SKM menjadi biang kerok pendangkalan dan tersendatnya aliran air dari hulu sungai.
Program relokasi yang dilanjutkan dengan normalisasi SKM seolah menjadi pekerjaan rumah (PR) tiada henti oleh kepala daerah yang memimpin Samarinda beberapa dekade ini.
Tapi hingga kini masalah sosial dan lingkungan di SKM tak kunjung selesai.
Sebaliknya, setiap program yang sudah dieksekusi selalu meninggalkan masalah sosial yang tak berujung.
Pada relokasi terakhir yang dilakukan sejak Juni lalu, sebagian masyarakat belum mendapatkan haknya
Calon wali kota Samarinda nomor urut 2, Andi Harun menyebut masalah SKM sebenarnya mudah diatasi.
Karena saat ini, perhatian pemerintah dalam menata SKM cukup besar.
Terlihat dari dukungan APBN, APBD provinsi hingga APBD kota yang ikut memprogramkan peyelesaian di SKM. Menurutnya, masalah tak kunjung tuntas justru antar lembaga pemerintahan terkesan tidak sinergi.
Padahal dengan dukungan besar itu, penyelesaian di SKM bisa dituntaskan tanpa meninggalkan masalah baru.
Andi Harun mendukung relokasi permukiman warga di bantaran SKM, khususnya yang berada di segmen Pasar Segiri.
Namun dia meminta aspek sosial tidak diabaikan begitu saja. Faktanya, kata dia, hak-hak warga justru terkesan diabaikan.
“Relokasi di bantaran SKM memang sudah menjadi keharusan.
Tapi program ini jangan sampai justru membuat sekelompok warga lainnya terbaikan,” kata Andi Harun.
Dia mengakui bahwa keberhasilan relokasi ratusan kepala keluarga (KK) di bantaran SKM khususnya segmen Pasar Segiri di dekat Gang Nibung, pada gilirannya akan menyelematkan nasib ratusan ribu warga lainnya yang selama ini rumahnya langganan banjir saat musim penghujan.
“Makanya kita mendukung program relokasi ini dilakukan, tanpa mengerbonkan hak masyarakat lainnya,” tandasnya.
Kata AH, sapaan akrabnya, aspek sosial tetap harus diutamakan dalam menjalankan program ini.
Karena itu, caranya, kata dia, program SKM harus berkelanjutan.
Agar, nantinya tidak ada kecemburuan antar warga yang masih bermukim di bantaran SKM.
Ini juga sekaligus bahwa pemerintah kota memiliki solusi jangka panjang mencarikan tempat relokasi bagi warga di bantaran SKM.
“Program SKM harus berkelanjutan dan tidak dilaksanakan secara parsial.
Kalu programnya matang, masyarakat yang direlokasi juga pasti memiliki kepastian tempat tinggal baru atau bentuk kompensasi yang disepakati,” ungkapnya.
Dia menyorot, penyelesaian sosial di SKM selalu meninggalkan masalah karena antar segmen satu dengan segmen lainnya, metode penyelesaiannya tidak seragam.
“Ini karena program dijalankan sepotong-potong. Padahal dukungan APBN, APBD provinsi dan APBD kota, seharusnya menjadi modal untuk menuntaskan masalah ini secara tuntas,” pungkas AH. (*)