Senin, 25 November 2024

Pemprov Kaltim

Gubernur Kaltim Sebut Alokasi Anggaran antara Pusat dan Daerah Adil

Jumat, 18 November 2022 20:23

Gubernur Kaltim, Isran Noor.

POLITIKAL.ID, SAMARINDA - Tenaga pembantu pemerintah atau biasa disebut tenaga honorer selalu menjadi perhatian bagi Gubernur Kalimantan Timur Isran Noor.

Terlebih setelah adanya keinginan pemerintah pusat untuk menghapus tenaga honorer dan menggantikannya dengan PPPK atau pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang direkrut melalui skema tes.

Isran Noor menegaskan tidak setuju dengan penghapusan tenaga honorer tersebut. Hal itu ia sampaikan diberbagai kesempatan.

“Bayangkan 4 juta orang tenaga honorer di negara ini, dihapus bagaimana ini ceritanya. Karena pemerintah belum mampu menyediakan lapangan kerja di luar sektor pemerintah. Bayangkan saja jika 4 juta tenaga honorer itu dihapus. Satu orang menghidupi keluarga, misalkan 1 istri dan 2 anak. Jadi ada lebih dari 15 juta orang yang kesulitan untuk hidup.” Kata Isran Noor belum lama ini.

Seharusnya, lanjut Gubernur Isran, tenaga honorer tidak dihapuskan, melainkan diprioritaskan untuk menjadi tenaga PPPK.

“Karena tenaga honorer itu mempunyai peran yang besar, bahkan bisa lebih bagus kerjanya. Dan negara tidak akan bangkrut untuk membayar atau membiayai tenaga honorer itu, apalagi tenaga-tenaga honorer ini terkait dengan pengembangan sumber daya manusia negara,” jelasnya.

Ketua Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) ini bercerita tentang pengalamannya dalam suatu kunjungan ke salah satu sekolah di Provinsi Jawa Tengah, tepatnya di Purwokerto, yaitu SD Karang Soka Batu Raden.

“Saya sengaja kesana, nggak mau saya ambil contoh di Kaltim. Sudah tahu bagaimana tenaga honor di Kaltim. SD Karang Soka ini negeri, 10 orang gurunya dan hanya tiga orang PNS, sisanya guru honorer, dengan gaji 300 ribu rupiah perbulan. Bayangkan saja dengan 300 ribu, dia masih bisa hidup,” jelasnya.

Dengan begitu, Isran Noor mengusulkan alokasi APBN yang dikelola pusat sebesar 30 persen dan 70 persen dikelola daerah atau 40 – 60 maupun 50 – 50.

“Jika banyak transaksi di daerah, maka otomatis ekonomi nasional akan menjadi kuat. Jika 30 persen terasa sangat sulit, semisal dana untuk tenaga honorer dan tunjangan lainnya,” tutupnya. (*)

Tag berita:
Berita terkait