POLITIKAL.ID ,SAMARINDA - Politik uang mengintai penyelengaraan pesta demokrasi Pilwali Samarinda.
Dari kabar yang beredar bahkan sumber pendanaan diincar dari uang negara melalui pintu-pintu proyek pembangunan seperti Multi Years Contract (MYC) yang kini tengah menuai pro kontra yakni usulan proyek fly over Balikpapan dan pembangunan gedung baru 8 lantai RSUD Abdul Wahab Sjahranie.
Merespon kabar tersebut, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Samarinda memastikan pihaknya telah melantik Pengawas Tempat Pemungutan Suara (PTPS) sebanyak 1.962 orang yang nantinya akan disebar di 10 Kecamatan.
"PTPS kita ini punya tugas yang sama dengan Panwaslu Kelurahan/Desa (PKD) kita.
Meskipun nanti tugas pokoknya ada di TPS, tetapi setelah dilantik tugas mereka (PTPS) mengawasi tahapan sedang berjalan," ungkap Ketua Bawaslu Samarinda, Abdul Muin saat dihubungi awak media, Rabu (18/11/2020).
Harapannya, kata Muin sapaanya karibnya, petugas yang telah dilantik am dapat memaksimalkan fungsi pengawasan untuk mencegah potensi-potensi pelanggaran seperti praktik politik uang.
"Kami juga pernah mendapat laporan, maka dari Bawaslu akan selalu melakukan upaya pencegahan-pencegahan," ucapnya.
Melanjutkan penjelasan Ketua Bawaslu, Imam Sutanto, anggota Komisioner Bawaslu Samarinda Divisi Penyelesaian Sengketa mengatakan, terkait sanksi, diskualifikasi pasangan calon (Paslon) dapat dilakukan selama unsur pelanggaran terpenuhi.
"Selama itu terbukti sistematis, masif dan terstruktur bisa itu (didiskualifikasi)," kata Imam.
Disinggung soal dugaan aliran dana politik uang dari fee proyek MYC, Imam menilai hal tersebut 2 hal berbeda, namun dengan tegas ia menyatakan bahwa dari mana pun sumber dana politik uang jika menjadi temuan Bawaslu akan menindaklanjuti.
"Intinya mau duit itu dari mana kalau unsur itu terpenuhi ya ancaman pasal 187 A," tegasnya.
Ia pun berharap masyarakat dapat bersinergi membantu kerja Bawaslu dengan berani melaporkan temuan pelanggaran Pilkada.
"Makanya kalau ada warga yang melapor kami senang. Tetapi pelapor unsur pembuktian harus lengkap," ucapnya.
Senada dengan Imam Sutanto, anggota Komisioner Bawaslu Samarinda Divisi Hukum, Humas, Data dan Informasi, Daini Rahmat atau akrab disapa Deden mengatakan, jika terlapor adalah Paslon dan dalam pembuktian hukum terbukti bersalah maka secara otomatis Paslon telah didiskualifikasi dari penyelenggaraan Pilkada.
"Misalkan salah satu sudah terpilih menjadi wali kota, kemudian ada laporan melakukan money politik dan pengadilan mengeluarkan putusan maka bisa didiskualifikasi," jelas Deden.
Sanksi pidana maupun denda, beber Deden, pelaku pelanggaran politik uang diancam kurungan penjara 3 tahun dan denda Rp 200 juta.
Aturan ini termuat dalam Undang-Undang (UU) Pilkada, pasal 73 ayat 1 yang berbunyi calon dan/atau tim kampanye dilarang menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara pemilihan dan /atau pemilih.
Dan pasal 73 ayat 2 yang berbunyi calon yang terbukti melakukan pelanggaran yang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan putusan Bawaslu Provinsi dapat dikenakan sanksi administrasi pembatalan sebagai pasangan calon oleh KPU Provinsi atau Kabupaten/Kota.
Namun, untuk pasal 135 a ayat 1 yang berbunyi pelanggaran administrasi pemilihan sebagaimana dimaksud dalam pasal 73 ayat (2) merupakan pelanggaran yang terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif, Bawaslu Kota tidak memiliki wewenang mengeluarkan rekomendasi.
"Jadi diteruskan ke Bawaslu Provinsi," tutupnya. (*)