Sabtu, 23 November 2024

Kubu Ganjar-Mahfud Gelisah Presiden Jokowi Naikkan Tukin Bawaslu Jelang Pencoblosan

Kamis, 15 Februari 2024 4:23

Ganjar-Mahfud dan Presiden Joko Widodo

POLITIKAL.ID - Presiden Jokowi menaikkan tukin atau tunjangan kinerja bagi pegawai Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Keputusan itu dituang ke dalam Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2024 yang ditandatangani Jokowi dua hari menjelang pemungutan suara Pemilu 2024, Senin (12/2/2024).

"Tunjangan kinerja bagi pegawai di lingkungan Sekretariat Jenderal Badan Pengawas Pemilihan Umum sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 diberikan terhitung sejak peraturan presiden ini berlaku," bunyi pasal 4 Perpres Nomor 18 Tahun 2024.

Kenaikan tukin yang diterima pegawai Bawaslu disesuaikan berdasarkan kelas jabatan.

Tingkat tertinggi, yaitu kelas jabatan 17, menerima tukin hingga Rp29.085.000 per bulan. Jumlah ini naik 16,7 persen dari tahun 2017.

Pegawai tingkat terendah, kelas jabatan 1, menerima tukin Rp1.968.000 per bulan.

Kenaikan tukin Bawaslu ini sebesar 11,44 persen dari tahun 2017.

Terkait hal itu, Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo-Mahfud gelisah dengan keputusan Presiden Jokowi tersebut.

Deputi Bidang Hukum TPN Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis menganggap sikap Presiden Jokowi menaikkan tukin Bawaslu menjelang pemungutan suara Pemilu 2024 tidak tepat.

Menurutnya, langkah Jokowi menaikkan tukin Bawaslu jelang pencoblosan justru akan menimbulkan pertanyaan dari banyak pihak karena dilakukan sekarang.

"Momennya tidak tepat, waktunya tidak tepat. Bukan saya tidak setuju. Kalau setuju, setuju saya, karena lebih baik kinerjanya pantas ada reward semacam itu," kata Todung dalam konferensi pers, Selasa (13/2/2024).

Ia mempertanyakan kenapa Presiden Jokowi tidak menaikkan tukin Bawaslu setelah Pilpres 2024 berlangsung.

"Tapi kan dalam momen seperti ini ada pertanyaan di banyak pihak, kenapa kok sekarang? why now gitu, why not later habis pemilihan umum, habis pilpres," ujarnya.

Bawaslu dan KPU, kata Todung panen kritik selama proses penyelenggaraan Pemilu 2024, sehingga tidak elok jika mendapat kenaikan tukin jelang pesta demokrasi.

"Bisa saja persepsi yang muncul dari pemberian tunjangan kinerja dalam momen seperti sekarang ini ditafsirkan sebagai suatu, bukan insentif, bukan reward, tapi sebagai suatu yang menjadi, saya tidak mau menyebut istilah apa, bribery, itu menurut saya sih tidak tepat istilah semacam itu," ungkap Todung.

(REDAKSI)

Tag berita:
Berita terkait