POLITIKAL.ID - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyindir pemerintah yang hanya menyiapkan dana insentif Rp20 triliun untuk masyarakat berpenghasilan rendah dan korban pemutusan hubungan kerja (PHK).
“Itu masih kurang. Karena akan ada jutaan buruh yang di-PHK dirumahkan dan upahnya tidak dibayar. Mereka harus mendapatkan insentif yang layak agar tetap memiliki daya beli," pinta Presiden KSPI, Said Iqbal dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Kamis (9/4/2020).
Pandemi COVID-19, katanya, telah membuat ratusan ribu buruk terancama kehilangan pekerjaan. Itu belum termasuk pekerja harian, seperti pedagang kaki lima, pengemudi ojek daring, dan sebagainya.
“Terkait dengan itu, KSPI meminta pemerintah untuk memperbesar anggaran untuk memberikan insentif kepada rakyat kecil,” tutur Said.
Selain pemerintah, KSPI juga menyindir rencana adanya tunjangan bagi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) untuk down payment (DP) mobil. Said menilai anggota DPR telah kehilangan hati nuraninya dan mengkhianati suara rakyat kecil dan kaum buruh.
"Sekarang daya beli rakyat menurun, upah buruh tidak dibayar, dan terancam tidak mendapatkan THR 100%. Mereka tetap mendapat fasilitas berlimpah dan sekarang justru membahas regulasi yang sejak awal ditolak berbagai elemen masyarakat," kata Said.
KSPI, menurutnya, menduga ada kekuatan modal yang membuat DPR begitu memaksakan pembahasan dan pengesahan Omnibus Law Ciptaker. KSPI akan menolak untuk hadir apabila DPR mengajak membahas omnibus law tersebut di tengah pandemi COVID-19.
"Kami sedang fokus membela buruh yang di-PHK dan dirumahkan dengan tidak dibayar upahnya,” pungkasnya. (*)
Artikel ini telah tayang di sindonews.com dengan judul "KSPI Sebut Dana Rp20 Triliun Tak Cukup untuk Buruh Korban PHK"