POLITIKAL.ID, SAMARINDA - Sidang kedua, satu tahanan omnibuslaw Samarinda atas dugaan penganiayaan ringan digelar, Selasa (2/2/2021)
Sidang dilaksanakan di PN Samarinda sekira pukul 16.00 WITA dipimpin Johnny Kondole sebagai Ketua Majelis Hukum.
Proses sidang berjalan lancar, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ryan Asprimagama menghadirkan saksi pelapor atau korban.
Penasihat Hukum (PH) WJ, tahanan omnibuslaw Samarinda, Indra dan Shadam Kholik mengajukan permohonan video terdakwa ditunjukkan saat sidang kesaksian korban, Selasa pekan depan (9/2/2021).
"Kami mengusulkan majelis hakim agar video yang terlampir dalan berkas perkara kepolisian yang berdurasi 8 detik itu diputar secara visual," ujar Indra seusai sidang.
Lanjut Indra didampingi Shadam Kholik melanjutkan, video ditampilkan di ruang sidang lantaran menurutnya dengan memutar video itu bisa memperlihatkan fakta arah lemparan terdakwa.
"Dalam video itu apakah memang benar diarahkan ke saksi korban atau tidak sama sekali berdasarkan keterangan yang disampaikan tadi dalam sidang," imbuhnya.
Kemudian disebutnya lagi, saksi menerangkan terkena lemparan batu. Disimpulkan saksi, lemparan berasal dari terdakwa WJ. Kendati keterangan saksi yang telah dikemukakan dalam ruang sidang, dibantah terdakwa.
Karena menurutnya terdakwa pagar pintu DPRD Kaltim tidak terbuka lebar. Kemudian lemparan yang dilakukan terdakwa dilakukan bersama secara serentak dengan peserta demonstran yang juga melempar batu ke arah pagar.
"Ya kan kemudian terdakwa membantah tidak ada maksud sama sekali melempar saksi korban. Apalagi melempar anggota kepolisian. Arah lemparan dimaksudkan ke arah mobil water cannon," terang Indra.
"Jadi praktis dari bantahan terdakwa tadi memberikan petunjuk bahwa yang bertanggung jawab soal pelemparan batu tidak bisa dikhususkan hanya kepada terdakwa saja. Ini harus dilihat secara obyektif dari bantahan yang dikemukakan terdakwa tadi," sambungnya.
Indra kembali menambahkan, apakah bantahan terdakwa itu mengenai posisi pagar pada saat itu belum terbuka lebar, kemudian lemparan sebenarnya diarahkan ke mobil water cannon, itu juga akan dibuktikan nanti.
"Tentunya kami juga akan menyiapkan video yang mungkin akan disiapkan rekan-rekan terdakwa. Jadi kami harus mengkonfirmasi kebenaran video itu sebagai bahan perbandingan dari video yang akan diputar majelis hakim dalam sidang selanjutnya," tuturnya.
Lanjut dia lagi, PH terdakwa akan tetap memohonkan sidang menghadirkan terdakwa langsung. Karena persidangan via daring seperti ini jelas berpengaruh terhadap pendengaran terdakwa. Sebab beberapa kali ditanya hakim apakah mendengar pembicaraan di ruang sidang, terdakwa mengklarifikasi tidak dengar.
Dirinya beralasan, jangan sampai terdakwa tidak mendengarkan sama sekali apa yang sedang dibahas, dipertanyakan, dan dijawab saksi kepolisian di sidang selanjutnya.
"Ini yang tentu kita antisipasi. Ini yang akan kami mohonkan kepada majelis hakim agar terdakwa bisa dihadirkan langsung di ruang sidang. Penting ini bagi kami karena majelis hakim dapat menilai secara langsung ekspresi wajah terdakwa. Kemudian gestur tubuh WJ selama diperiksa di ruang sidang hakim tentu bisa melihatnya secara objektif," bebernya.
Apakah bantahan yang disampaikan mengandung kejujuran atau kebohongan tentunya majelis hakim dapat memberikan penilaian itu secara langsung.
"Kalau seperti ini kan susah, via daring terdakwa dipisah dari ruang sidang kemudian tidak mendengar secara jelas.
Sehingga fakta hukum yang diharapkan terungkap di ruang sidang sebagaimana kami harapkan bisa terungkap secara langsung," pintanya.
Ketua Majelis Hakim setuju dan meminta JPU Pelapor, Ryan untuk menunjukkan video yang diminta PH.
"Siap pak Hakim, akan kami tunjukan video dalam sidang selanjutnya," terang JPU, Ryan.
Sebagai informasi, saksi korban polisi mendapat surat perintah untuk melakukan pengamanan aksi unjuk rasa di DPRD pemprov Kaltim, pada saat unjuk rasa 5 november 2020.
(001)