"Kalau para petinggi pelaksana dan pengadil pemilu seperti KPU dan Bawaslu saja tidak mau berkomentar terkait praktik curang demokrasi ini, sungguh sangat ironis dan mengenaskan. Seolah mereka melakukan pembiaran dan/atau membiarkan praktik pembajakan demokrasi berlalu lalang di depan mata. Sangat tidak masuk akal kalau para petinggi lembaga resmi penyelenggara pemilu tidak mengetahui praktik curang demokrasi yang kerap terjadi," lanjutnya.
Pada saat negara seolah tidak hadir untuk membela kepentingan rakyat dalam proses demokrasi yang dikebiri, menurut Rudi, rakyat harus bergerak untuk melawan mereka.
"Keberanian fenomenal dari masyarakat pemilih pada Pilkada Kota Makassar 2018 yang memenangkan kotak kosong harus dijadikan inspirasi bagi masyarakat pemilih di daerah-daerah lain. Rakyat Makassar, Sulawesi Selatan, telah memberi contoh bagaimana rakyat melawan tirani dan oligarki parpol dan kekuasaan," tukasnya.
Rudi berharap rakyat Kabupaten Kediri dan daerah-daerah lain berani menegakkan marwah demokrasi seperti yang dilakukan oleh saudara-saudara kita di Makassar.
"Pada saat uang sudah menjadi panglima dalam proses demokrasi, kita harus melawan dengan keberanian kolektif. Jangan pernah membiarkan praktik pembajakan demokrasi dan pengebirian suara rakyat merajalela, menguasai hajat hidup kita," sarannya.
"Keberanian kita untuk melawan ketidakadilan dan kezaliman terhadap demokrasi adalah warisan mulia bagi anak cucu kita," tandas Rudi. (*)
Artikel ini telah tayang di sindonews.com dengan judul "Diharapkan Tak Muncul Calon Boneka dalam Pilkada Serentak"