Salah satu contoh kasus terbaru, diskriminasi terhadap pekerja perempuan terjadi di PT Alpen Food Industry dimana sampai saat ini telah terjadi 21 kasus keguguran akibat buruh yang hamil, tetap di suruh bekerja sesuai dengan shift jam kerja yang telah ditentukan perusahaan untuk mencapai target produksi dengan kondisi lingkungan kerja yang kurang kondusif, dan sehat untuk kesehatan buruh perempuan hamil.
Buruh perempuan yang bermaksud untuk meminta cuti haid karena merasakan sakit diharuskan diperiksa di klinik terlebih dahulu dari dokter perusahaan dan hanya diberikan obat pereda nyeri.
Bahkan, permohonan izin cuti biasanya tidak diberikan pihak perusahaan dari beberapa kasus yang telah terjadi, hingga saat ini perlindungan terhadap kaum buruh perempuan masih sangat terbilang lemah.
Perempuan masih saja tenaganya di eksploitasi tanpa adanya perbaikan dan perlindungan terhadap perempuan.
Belum lagi dengan adanya rancangan undang-undang cipta kerja yang di dalamnya semakin tidak menjamin adanya hak Perlindungan terhadap buruh perempuan.
Jikalau dalam UU Ketenagakerjaan tahun 2003 pekerja perempuan yang tidak masuk kerja karena cuti haid tetap wajib dibayarkan upahnya, maka dalam draf Omnibus Law cipta kerja hak itu tidak disebutkan secara eksplisit.
Dengan kondisi seperti itu, sudah sepantasnya kaum perempuan harus tetap memperjuangkan hak-hak yang belum terpenuhi agar kedepannya tidak adalagi diskriminasi terhadap kaum perempuan.
Seperti dalam pidato pendiri bangsa kita (Bung Karno) Bangkitlah perempuan itu, ikut sertalah dalam perjuangan karena tanpa perempuan bagai sayap garuda yang terpaku dibumi.
Semoga peringatan Hari Kartini menyadarkan laki-laki dan perempuan sama-sama berjuang untuk generasi penerus yang lebih baik dan juga tidak ada lagi aturan atau pandangan yang merendahkan kaum perempuan.
Merdeka !!!
*Penulis adalah Sekretaris komisariat GMNI FEB UNMUL, Sarinah Maida.
(Redaksi Politikal - 001)