POLITIKAL.ID, SAMARINDA - Dua aktivis mahasiswa tersangka pasca aksi unjuk rasa penolakan UU Cipta Kerja nomor 11 Tahun 2020 di depan pintu pagar DPRD Kaltim, 5 November 2020 lalu memasuki sidang perdana.
Sidang berlangsung, Selasa (26/1/2021) di Pengadilan Negeri (PN) kota Samarinda dengan agenda, pembacaan surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ryan Asprimagama.
Diketuai Majelis hakim, Johnny Kondole, didampingi Abdul Rahman Karim dan Deki Felix Wagijo sebagai Hakim Anggota.
Dalam persidangan, JPU membacakan dakwaan dengan tersangka WJ yang diduga melakukan penganiayaan. Disebutkan terdakwa WJ berlari sambil memegang batu kemudian melemparkan ke arah dalam pagar DPRD. Kemudian, dari batu tersebut mengenai bagian mata saksi Agus Prayitno yang saat itu sedang berjaga di dalam pagar.
Berdasarkan Visum Et Repertum Nomor: 118/IKFML/TU3.1/XI/2020, mendapatkan hasil ditemukan luka lecet pada area mata kanan bagian bawah yang diakibatkan kekerasan tumpul, dan diancam pidana pasal 351 ayat (1) KUHP.
Dalam persidangan, kuasa hukum terdakwa ditanya, apakah akan mengajukan eksepsi. Indra, selaku kuasa hukum menyampaikan tidak akan membuat eksepsi.
"Kita tidak mengajukan eksepsi," kata Indra.
Usulan Kuasa Hukum Kepada Majelis Hakim, Terdakwa Dipindah ke Rutan Kelas IIA, Samarinda.
Dalam persidangan, Indra selaku kuasa hukum WJ, mengajukan permohonan kepada Majelis Hakim, agar kliennya dipindah ke Rutan kelas IIA, Sempaja, Samarinda.
Hal itu lantaran WJ, masih berada di Rutan Mako Polresta Samarinda.
"Supaya terdakwa bisa lebih bebas menyampaikan klarifikasi pasal di dakwakan JPU. Dan lebih leluasa meluruskan peristiwa bagaimana terdakwa ini ditetapkan sebagai tersangka,"papar Indra, usai persidangan.
Kata Indra hal itu diminta dengan alasan, saat ini korban merupakan dari pihak kepolisian dan kliennya masih di sel Polresta.
"Dugaan atau ketakutan yang kita sampaikan, jangan sampai terdakwa tidak bebas, merasa tertekan, terintimidasi psikologinya untuk memberi klarifikasi peristiwa yang sebenar-benarnya terjadi,"jelasnya
Dengan begitu, Indra memohonkan langsung kepada majelis hakim, agar WJ segera dipindahkan ke Rutan.
"Kami juga sudah diminta untuk secepatnya membuat surat kepada majelis hakim, agar mengajukan permohonan pemindahan WJ dari Polres ke Rutan sempaja," tutupnya.
Sidang selanjutnya akan masuk pada tahapan pemeriksaan saksi. Kemungkinan pada Selasa (2/2/2021) mendatang.
Tentu, yang akan dipanggil saksi korban terlebih dahulu, kemudian, saksi yang melihat secara langsung peristiwa pelemparan tersebut.
"Saksi dari pihak kepolisian juga kami masih belum tau, karena berkas yang kami mohonkan, masih belum kami terima," ungkapnya.
Sidang Diwarnai Aksi Demonstrasi
Sebelum sidang dimulai, Aliansi Mahasiswa Kaltim Menggugat (Mahakam) menggelar aksi demonstrasi di depan kantor Pengadilan Negeri Samarinda. Sebagai upaya mengawal sidang perdana mahasiswa yang ditetapkan sebagai tersangka.
"Kami akan terus mengawal sidang pada dua kawan kami,"kata Dandi Wijaya, Humas aksi.
Dua mahasiswa dengan inisial FR dan WJ ditetapkan sebagai tersangka dengan tuduhan membawa senjata tajam dan satunya melempar batu yang mengenai seorang anggota polisi.
Namun kata Dandi, tuduhan tersebut tidak berdasar. Karena dalam proses Praperadilan
polisi tidak memberikan bukti kuat yang bisa memberatkan dua mahasiswa tersebut. Tetapi proses Praperadilan yang sempat diajukan, ditolak.
"Makanya kami carikan alat bukti dan saksi yang nyata. Semua bukti lapangan sudah kita serahkan pada kuasa hukum,"bebernya.
Dalam aksi aliansi Mahakam yang mengawal proses peradilan membawa empat tuntutan. Pertama meminta kedua tahanan politik masa aksi tolak Omnibus Law UU Cipta Kerja itu dibebaskan.
Kemudian Hentikan Kriminalisasi dan Pembungkaman Ruang Demokrasi Terhadap Gerakan Rakyat. Selanjutnya Menuntut Majelis Hakim Untuk Bersifat Independen. Terakhir meminta Cabut Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja.
WJ dijerat polisi dengan pasal 351 ayat 1 KUHP. Untuk selanjutnya, prosen sidang kedua digelar dengan agenda keterangan saksi korban hari Selasa pekan depan.
(001)