POLITIKAL.ID - Pada Jumat (5/4/2024) keempat Menteri Presiden Jokowi hadir menjadi saksi di sidang sengketa Pilpres 2024.
Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Saldi Isra mencecar berbagai pertanyaan kepada empat menteri yang dihadirkan dalam sidang sengketa Pilpres 2024.
Keempatnya adalah Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, dan Menteri Sosial Tri Rismaharini.
Hakim Saldi Isra awalnya menanyakan soal alasan Presiden Jokowi yang memilih melakukan kunjungan kerja lebih banyak ke Jawa Tengah ketimbang provinsi lainnya jelang pemilu. Hal ini didasarkan dari dalil persidangan sebelumnya yang diajukan paslon 01 dan 03.
"Apa kira-kira yang jadi pertimbangan presiden memilih misalnya ke Jawa Tengah lebih banyak kunjungannya dibandingkan ke tempat lain?" kata Saldi Isra di Gedung MK yang juga disiarkan secara live, Jumat (5/4/2024).
"Ini yang berkaitan dengan kunjungan yang ada pendistribusian bansosnya. Kalau ini kami bisa dibantu menjelaskannya, apakah yang didalilkan pemohon itu bisa dibenarkan atau tidak? Tolong kami dibantu oleh empat menteri ini berkaitan dengan ini," ucapnya lagi.
Kemudian, hakim Saldi Isra menanyakan dari mana sumber dana bansos yang digunakan Presiden Jokowi selama melakukan serangkaian kunjungan ke daerah.
"Kira-kira ini alokasi dana yang dibawa untuk kunjungan presiden dari mana saja?" tanya Saldi Isra.
Disebutkan Saldi Isra, MK menerima dalil yang menyatakan bahwa pemohon dari paslon 01 dan 03 merasa curiga dengan penggunaan anggaran bansos yang tiba-tiba melejit jelang Pilpres 2024 karena dinilai menguntungkan salah satu paslon.
Bahkan, Menteri Keuangan sampai harus memblokir alokasi dana (automatic adjustment) dari berbagai kementerian/lembaga agar APBN bisa mencukupi guna membiayai bansos yang dibagi-bagikan Presiden Jokowi.
Hakim Saldi Isra menyebut, automatic adjustment yang dilakukan pada awal tahun sangat jarang terjadi. Hal inilah yang dipermasalahkan pemohon.
"Biasanya kan kalau mau ada pengetatan di berbagai K/L itu setelah tahun berjalan, nah ini dilakukan di awal tahun," beber Saldi Isra.
"Pernah nggak ada pengalaman-pengalaman sebelumnya yang di awal tahun itu sudah dilakukan (automatic adjustment)? Yang dikemukakan oleh kedua pemohon, dana Rp 50 triliun lebih itu katanya jangan-jangan dana yang dimanfaatkan untuk menghadapi Pemilu ini," ucapnya lagi.
(Redaksi)