Setelah kesaksian Ayu Andila, JPU lantas mencecar saksi Nurmila Abuamin terkait aliran uang korupsi serupa. Di persidangan, Nurmila mengaku kalau dirinya mengetahui adanya fee sebesar 10 persen dari setiap proyek yang dimenangkan PT FPL.
“Tau itu (fee 10 persen) dari pak Ramis dan pak Hendra,” jelasnya.
Sama seperti Ayu Andila, Nurmila juga mengaku pernah memberikan sejumlah uang untuk diserahkan kepada Raido Sinaga. Totalnya sekira Rp 215 juta.
“Tapi saya tidak pernah ketemu langsung dengan pak Naga (Raido Sinaga). Saya hanya disuruh titip ke stafnya si Angga (Honorer di Satker PJN I),” terangnya.
Selain pemberian fee, Nurmila juga menyebut terkadang dirinya diperintah oleh Abdul Ramis selaku pimpinan perusahaan untuk menyerahkan uang lelang kepada Angga Honorer di Satker PJN I.
“Kadang Rp 30 juta, kadang Rp 50 juta,” timpalnya.
Tak hanya itu, Nurmila juga menyebut dirinya kerap memberi uang Rp 50 juta kepada para pegawai di Satker PJN I dengan bahasa ‘uang admin’. Uang admin dijelaskannya sebagai upah pemulus agar setiap ada kekurangan berkas PT FPL, bisa dicetak di kantor Satker PJN I.
“Ada lagi untuk admin Kasatker, nilainya Rp 20 juta,” jelas Nurmila.
Terakhir, saksi Nurfida Sari selaku staf keuangan PT FPL mengaku pernah menarik uang pencairan proyek senilai Rp 766 juta, yang selanjutnya diserahkan kepada Hendra Sugiarto.
“Setelah saya tarik uang itu, kemudian saya kasihkan dalam bentuk cash,” kata Nurmila.
Meski mengaku hanya menjalankan perintah, namun di persidangan dengan lugas Nurmila mengaku mengetahui adanya kewajiban fee 10 persen untuk pejabat Satker PJN I dari setiap proyek yang didapatkan PT FPL.
Diakhir, JPU KPK Rudi Dwi Prastyono menjelaskan pada persidangan saat ini dengan jelas ketiga saksi menggambarkan adanya aliran uang korupsi yang diterima terdakwa Rachmat Fadjar dan Raido Sinaga.