POLITIKAL.ID - Berita Nasional yang dikutip POLITIKAL.ID tentang pemberian akses data e-KTP tanpa persetujuan warga tersebut.
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) diizinkan memberi akses data kependudukan kepada perusahaan swasta, termasuk pinjaman online (pinjol), jika ada persetujuan warga, seperti yang disebut oleh anggota Komisi I DPR RI Willy Aditya.
"Kemendagri sudah dapat persetujuan subjek datanya belum? Ada sertifikat sistem pelindungan datanya enggak? Bagaimana mekanisme kalau terjadi kegagalan sistem? Itu semua harus dipenuhi dulu sebelum membuka walaupun sedikit akses data pribadi. Jangan main-main dengan aturan," cetus dia, kepada CNNIndonesia.com, Jumat (12/6).
Hal itu diatur dalam Pasal 26 ayat (1) UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Bahwa, penggunaan informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi harus dilakukan atas persetujuan yang bersangkutan, kecuali ada pengaturan dalam UU lain.
Pasal 26 ayat (2) menyatakan orang yang dilanggar haknya itu bisa mengajukan gugatan.
"UU ITE sudah jelas membatasi akses data pribadi hanya boleh atas persetujuan pribadi, karena data pribadi ini menyangkut hak privasi warga negara yang harus dilindungi. Maka siapapun yang membuat data warga negara bisa diakses orang lain harus memenuhi syarat undang-undang," lanjut Willy.
Dia melanjutkan pengecualian pemberian akses terhadap data pribadi warga negara juga sudah tegas, misalnya dalam bidang keamanan.
Menurutnya, permintaan perusahaan untuk verifikasi data konsumen tidak ada dalam pengecualian tersebut.
"Ini yang minta data bukan untuk kebijakan strategis keamanan dan ketahanan negara, jadi buat apa Kemdagri repot-repot melayani perusahaan dan malah menjebak diri melakukan pelanggaran hukum," ujarnya.
Selain UU ITE, kata dia, pemberian akses data kependudukan itu juga harus sesuai dengan Peraturan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Permenkominfo) Nomor 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi dalam Sistem Elektronik.
Senada, Anggota Komisi II DPR RI Mardani Ali Sera menilai kerja sama pemerintah dengan peruasahaan harus dilandaskan pada upaya memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Sementara, perusahaan pinjol tidak termasuk dalam kategori tersebut.
"Kerahasiaan data sebuah kemestian. Oleh karena itu, kerjasama Dukcapil dengan perusahaan lain (harus) didasari kerahasiaan data pribadi dengan peruntukan memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa," kata Mardani.
"Tanpa edukasi yang jelas pinjol justru menjadi kepanjangan tangan pola rentenir. Kerja sama ini justru berbahaya," imbuh politikus PKS ini.
Sebelumnya, Ditjen Dukcapil Kemendagri memberi akses data kependudukan kepada sejumlah pihak swasta, termasuk perusahaan pinjol.
Di antaranya, PT Digital Alpha Indonesia alias UangTeman, PT Pendanaan Teknologi Nusa atau pendanaan.com, dan PT Ammana Fintek Syariah. Lalu, PT Visionet Internasional (OVO), PT Astrido Pasific Finance, dan PT Commerce Finance (ShopeePayLater).
Akses data juga diberikan ke lembaga jasa keuangan lain, seperti PT Bank Oke Indonesia Tbk, PT Mitra Adipratama Sejati (MAS) Finance, PT BPR Tata Karya Indonesia, dan PT Indo Medika Utama.
Sisanya, diberikan ke Dompet Dhuafa dan dua lembaga kesehatan.
Direktur Jenderal Dukcapil Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh berdalih pihaknya tak memberi akses data kependudukan, namun hanya akses verifikasi data nasabah. (*)
Artikel ini telah tayang di cnnindonesia.com dengan judul "Pinjol Akses e-KTP, DPR Sebut Harus Ada Persetujuan Warga"