POLITIKAL.ID - Tes poligraf merupakan salah satu tes untuk menguji kebohongan yang kerap digunakan dalam pemeriksaan suatu kasus tindak pidana. Seperti dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir N Yosua Hutabarat (Brigadir J) oleh terdakwa Ferdy Sambo dkk.
Diketahui, Puslabfor Bareskrim Polri memiliki alat Poligraf dengan tingkat akurasi hingga 93 persen dan standar ISO/IEC 17025. Alat ini diproduksi di Kanada pada 2019 dan diakui oleh asosiasi poligraf Amerika Serikat.
Cara kerja alat poligraf Puslabfor Polri yakni dengan mendeteksi sensor jantung, kelenjar keringat, dan pernapasan. Pemeriksa poligraf juga harus yang bersertifikasi dan telah mengikuti pelatihan untuk memenuhi standard operating procedure Amerika.
Berikut ini penjelasan tentang apa yang dimaksud dengan tes poligraf yang digunakan dalam kasus Ferdy Sambo dkk beserta hasil tes poligrafnya.
Ahli poligraf dari Polri, Aji Febrianto Ar-Rosyid, mengungkapkan hasil tes poligraf terhadap lima terdakwa kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J. Hasilnya, hanya Ricky Rizal dan Richard Eliezer yang terindikasi jujur dalam pengakuannya. Hal itu ia sampaikan saat dihadirkan oleh jaksa penuntut umum (JPU) sebagai saksi dalam sidang kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J dengan terdakwa Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Richard Eliezer, Ricky Rizal, dan Kuat Ma’ruf.
“Tadi saudara menggunakan metode scoring atau penilaian terhadap para terdakwa, terhadap kelimanya menunjukkan skor berapa?” tanya jaksa dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Rabu (14/12/2022).
“Macam-macam, Bapak FS (Ferdy Sambo) nilai totalnya minus 8 , Putri minus 25, Kuat Ma’ruf dua kali pemeriksaan, yang pertama hasilnya plus 9 dan kedua minus 13, Ricky dua kali juga, pertama plus 11, kedua plus 19, Richard plus 13,” papar Aji.
“Dari scoring yang Anda sebutkan itu menunjukkan indikasi apa? Bohong, jujur, atau antara bohong dan jujur?” timpal jaksa. “Untuk hasil plus, tidak terindikasi berbohong,” terang Aji.
“Kalau Sambo terindikasinya apa?” tanya JPU.
Minus, terindikasi berbohong, kalau PC, terindikasi berbohong. Kalau Kuat, jujur dan terindikasi berbohong,” kata Aji.
“Jadi mohon izin, Saudara Kuat, kita melakukan dua pemeriksaan dengan isu yang berbeda, ada dua pertanyaan,” ujar dia.
“Kalau pertanyaan pertama indikasinya apa?” tanya jaksa.
“Jujur,” kata Aji.
“Apa pertanyaannya?” tanya jaksa lagi.
“Untuk Saudara Kuat pertanyaannya adalah ‘Kamu memergoki persetubuhan Ibu PC (Putri Candrawathi dan Yosua?” ucap Aji membacakan pertanyaan tes Poligraf itu.
“Apa jawabannya?” tanya jaksa. “Jujur,” jawab ahli poligraf itu.
“Berarti apa?” tanya jaksa menegaskan.
“Tidak memergoki,” kata Aji.
“Tidak melihat ya?” timpal jaksa.
“Iya” jawab Aji.
“Indikasi kedua apa pertanyaannya?” lanjut jaksa.
“Untuk Saudara Kuat, ‘Apakah kamu melihat Sambo menembak Yosua? Jawabannya Kuat tidak, itu hasilnya berbohong,” papar Aji.
“Kalau untuk terdakwa Ricky?” lanjut jaksa.
“Untuk Saudara Ricky pertanyaannya sama kayak Kuat. Hasilnya dua-duanya jujur,” jelas Aji.
“Berarti Pak Sambo menembak?” tanya jaksa.
“Ricky tidak melihat Sambo menembak,” jelas Aji.
“Si terdakwa Richard?” tanya jaksa lagi.
“Untuk Richard pertanyaannya, ‘Apakah kamu memberikan keterangan palsu kamu menembak Yosua?” papar Aji.
“RE (Richard Eliezer) jawab tidak, dan jawabannya jujur, RE ini menembak Yosua,” terang dia.
(Redaksi)