Minggu, 29 September 2024

Polemik IUP untuk Ormas Keagamaan, LSM hingga Praktisi Suarakan Penolakan

Ilustrasi pertambangan batu bara

8. Buyung Marajo - Koordinator Forum Himpunan Kelompok Kerja-30 (FH Pokja 30).

9. Dwi Putra Kurniawan, S.E. - Dewan Pengurus Wilayah Serikat Petani Indonesia Kalimantan Selatan.

10. Inayah Wahid - Warga Masyarakat Peduli Lingkungan.

11. Kisworo Dwi Cahyono, S.P., S.H. - Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Kalimantan Selatan.

12. Mareta Sari - Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kalimantan Timur.

13. Rika Iffati Farihah - Wakil Ketua I Pengurus Pimpinan Wilayah Fatayat Nahdlatul Ulama Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

14. Sanaullaili - anggota Bidang IV Kajian Politik Sumber Daya Alam, Lembaga Hikmah, dan Kebijakan Publik, Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

15. Siti Maemunah - Anggota Badan Pengurus Jaringan Advokasi Tambang Nasional.

16. Wahyu Agung Perdana - Kepala Bidang Kajian Politik Sumber Daya Alam Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

Pada sesi diskusi ini, Tim Advokasi menghadirkan 5 narasumber sekaligus, diantaranya Hema Situmorang perwakilan dari Jaringan Advokasi Tambang Nasional (JATAM), Mareta Sari perwakilan dari Tim Advokasi Penyelamatan Pulau-Pulau Kecil (TAPaK) yang juga berperan sebagai Para Pemohon dalam gugatan HUM tersebut, Wasingatu Zakiyah dan Muhammad Isnur selaku kuasa hukum Para Pemohon, serta Herlambang Perdana Wiratraman selaku ahli dari Para Pemohon.

Mengawali diskusi, Wasingatu Zakiyah menyebutkan bahwa pemberian izin tambang bagi ormas keagamaan yang didasarkan pada Pasal 83A PP 25/2024 jelas-jelas bertentangan dengan aturan yang diatasnya, yakni Pasal 75 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba).

"Jika melihat Pasal 83A PP 25/2024, IUPK diberikan secara prioritas oleh pemerintah ke ormas keagamaan. Sedangkan Pasal 75 ayat 3 dan 4 UU 3/2020 mengatur mekanisme lelang untuk pemberian IUPK bagi selain BUMN dan BUMD . Karenanya, setiap IUPK yang diterbitkan atas dasar Pasal 83A PP25/2024 dan diperuntukkan bagi ormas adalah cacat hukum," ungkap Zaki yang juga warga NU dan penasihat dari Publish What You Pay.

Zaki menambahkan jika melihat situasi saat ini dimana sudah ada 2 (dua) ormas keagamaan yang setuju menerima izin tambang tersebut, yakni Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, sebelumnya kedua ormas tersebut telah sangat berperan aktif mengadvokasi kelestarian lingkungan hidup dan sumber daya alam. Sebut saja NU dalam Muktamar ke-34 yang mengeluarkan rekomendasi meminta pemerintah untuk fokus dan secara serius mengambil langkah-langkah mengurangi deforestasi menjadi nol hektar pada tahun 2023 dan mengakselerasi transisi ke energi terbarukan.

Halaman 
Tag berita:
Berita terkait