Rabu, 8 Januari 2025

Berita Nasional

Putusan MK Hapus Aturan Presidential Threshold, Semua Partai Bisa Usung Capres

Jumat, 3 Januari 2025 13:59

Gedung Mahkamah Konstitusi (MK)

POLITIKAL.ID -  Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan yang diajukan oleh empat mahasiswa dari Yogyakarta dan menghapus aturan presidential threshold yang selama ini mengharuskan partai politik untuk meraih minimal 20% kursi di DPR atau 25% suara sah nasional untuk dapat mengajukan calon presiden dan wakil presiden. Keputusan tersebut diumumkan dalam putusan perkara 62/PUU-XXI/2023 yang dibacakan di Gedung MK, Jakarta Pusat pada Kamis (2/1).

MK mengabulkan seluruh permohonan yang diajukan oleh empat orang Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga, yakni Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq dan Tsalis Khoriul Fatna.

Presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden adalah aturan yang mengharuskan partai atau koalisi partai politik yang ingin mencalonkan pasangan calon presiden dan wakil presiden harus memenuhi batasan tertentu. Sebelumnya, aturan ini ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017, yang mensyaratkan partai politik yang ingin mengajukan calon presiden harus meraih setidaknya 20% kursi DPR atau 25% suara sah nasional dalam Pemilu legislatif.

Namun, dengan keputusan MK ini, semua partai politik peserta Pemilu kini memiliki kesempatan yang sama untuk mengajukan calon presiden dan wakil presiden tanpa terkendala oleh ambang batas tersebut.

Sejatinya, gugatan mengenai ambang batas atau presidential threshold ini sudah sering kali diputus oleh MK dan pasti ujung-ujungnya kandas juga. Ada 36 kali gugatan dilayangkan ke MK agar presidential threshold ini dihapus, yang diterima baru gugatan kali ini.

Dalam putusannya kemarin, MK menyatakan semua partai politik peserta pemilu memiliki kesempatan untuk mengusulkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden. Putusan ini dibacakan Ketua MK Suhartoyo.

"Menyatakan norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," kata Suhartoyo.

Dalam pertimbangannya, MK menilai pengusungan pasangan calon berdasarkan ambang batas terbukti tidak efektif menyederhanakan jumlah partai politik peserta pemilu. MK juga menilai besaran ambang batas lebih menguntungkan partai politik yang memiliki kursi di DPR.

"Dalam konteks itu, sulit bagi partai politik yang merumuskan besaran atau persentase ambang batas untuk dinilai tidak memiliki benturan kepentingan (conflict of interest)," ujar Wakil Ketua MK Saldi Isra.

Saldi mengatakan adanya kecenderungan untuk selalu mengupayakan agar setiap Pilpres hanya terdapat dua pasangan calon, jika terus mempertahankan ketentuan ambang batas dalam pengusulan pasangan calon. Padahal, kata dia, pengalaman Pilpres dengan dua pasangan calon membuat masyarakat mudah terjebak dalam polarisasi.

"Bahkan jika pengaturan tersebut terus dibiarkan, tidak tertutup kemungkinan pemilu presiden dan wakil presiden akan terjebak dengan calon tunggal," ujar dia.

"Kecenderungan demikian, paling tidak dapat dilihat dalam fenomena pemilihan kepala daerah yang dari waktu ke waktu semakin bergerak ke arah munculnya calon tunggal atau pemilihan dengan kotak kosong," sambungnya.

(*)

Tag berita:
Berita terkait