Minggu, 28 April 2024

Ungkit Pemilu 1955, Ini Kata Waketum Golkar

Jumat, 12 Juni 2020 2:14

Wakil Ketua Umum Golkar/ pojoksatu.id

Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra mengatakan keberadaan parliamentary threshold merupakan sebuah anomali bagi negara yang berasaskan kedaulatan rakyat.

Menurutnya, berapa pun suara yang diperoleh partai, mestinya diakomodir dengan kursi di parlemen.

"Saya berpendapat kalau partai ikut pemilu, dapat 1 kursi pun tetap harus dilantik. Tahun 1955, 1 orang saja terpilih dilantik contohnya Prof Hazairin dari PIR Hazairin. Tahun 1999 juga sama, Husen Naro dari PPP (lama) tetap dilantik walau tidak bisa bikin fraksi sendiri," kata Yusril.

"Selama Orba tidak ada ambang batas, baik Pemilu 1971 (dengan banyak partai) maupun sesudahnya (hanya Golkar, PPP dan PDI)," tambahnya.

Andai ambang batas parlemen memang akan dipertahankan terus, kata Yusril, maka perlu ada opsi agar ada koalisi fraksi di parlemen.

Koalisi tersebut diisi oleh gabungan partai yang masing-masing meraih suara di bawah parliamentary threshold.

Dengan demikian, tidak ada suara yang hangus.

Tidak seperti saat Pemilu 2019 lalu, ketika PBB, PSI, Berkarya, Garuda, Perindo dan Hanura gagal meraih suara sesuai parliamentary threshold sehingga membuat 13,5 juta suara hangus begitu saja.

Halaman 
Tag berita:
Berita terkait