Fenomena yang sama saat itu terjadi juga di Blitar, Jatim.
"Kemudian diproses melalui MK (Mahkamah Konstitusi). MK mengambil keputusan ketika ada calon tunggal, maka kemudian dibuka kotak kosong. Ini ada kontestasi, membuka sebuah ruang demokrasi," jelas Hasto.
Di sisi lain, Hasto juga menyebut syarat ambang batas pencalonan kepala daerah 20 persen dari kursi DPRD, bukan merupakan pembatasan hak demokrasi.
Syarat itu, menurut dia, untuk memastikan pemerintahan nantinya berjalan baik dengan dukungan DPRD.
"Itu jaminan efektivitas pemerintahan. Anda bisa bayangkan kalau seorang kepala daerah hanya punya satu kursi [pendukung di DPRD]. Dia harus mengelola sekian parpol. Bagaimana nanti konsolidasinya?" kata dia.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti mengatakan fenomena calon tunggal ke depan akan semakin marak.
"Kalau sekarang hampir 28 [pasangan calon], mungkin ke depan bisa 30, 40 dan seterusnya. Dan terlihat itu cara mudah untuk menang. Calon tunggal itu jauh lebih mudah meraih suara, dibanding pertandingan dengan banyak lawan," kata dia.