Sabtu, 11 Mei 2024

DPR Minta KPK Usut Proyek Penunjukkan Kartu Prakerja Tanpa Tender

Minggu, 3 Mei 2020 1:5

Warga sedang mencari informasi pendaftaran kartu prakerja. Foto/Antara

POLITIKAL.ID - Penunjukan platform digital tanpa tender untuk proyek Kartu Prakerja senilai Rp5,6 triliun akhirnya mengusik DPR. Dalam rapat kerja komisi III dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu (29/4), pimpinan dan anggota komisi III mendesak KPK segera bertindak mengusut proyek tersebut.

Arteria Dahlan, anggota komisi III DPR menanyakan mekanisme pengawasan KPK hingga proyek ini lolos dan menjadi program unggulan pemerintah.

"Bagaimana bisa 8 vendor digital diberikan kuota raksasa oleh pemerintah? Kasihan Pak Jokowi seolah-olah ditipu sama anak kecil," ujar Arteria dalam rapat tersebut.

Salah satu staf khusus Presiden, Adimas Belva Syah Devara, memang menjadi pemilik sekaligus pengelola bisnis salah satu vendor tersebut, yakni Ruangguru. Belva sendiri sudah mengundurkan dari dari posisinya sebagai staf khusus Presiden karena konflik kepentingan itu.

Namun, menurut Arteria, kasus ini tidak cukup dengan mundurnya sang staf khusus, namun harus segera ditindaklanjuti dengan langkah-langkah hukumnya. Sebab, Arteria menilai persoalan ini sebagai kejahatan sistematis yang terjadi saat negara dalam situasi krisis.

Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan bahwa pihaknya tengah mendalami informasi yang masuk mengenai proyek kartu prakerja. "Kami tidak mau bekerja tergesa-gesa, tapi kami berbicara fakta, bukti, keterangan, sehingga seluruh informasi kami kumpulkan dan dikaji," ujar Firli.

Firli menambahkan, masih proses awal untuk menganalisa apakah ini sebuah peristiwa pidana. Kalau iya, KPK akan mencari bukti yang cukup agar bisa mengejar siapa saja yang terlibat, sehingga hal itu akan membuat jelas kasus pidananya dan ditemukan tersangkanya. KPK juga enggan membahas lebih panjang, sebab laporan baru diterima dan masih proses pertama penyelidikan.

Sementara itu, Indonesia Corruption Watch (ICW) menyatakan bahwa pemerintah telah melanggar Perpres No. 36 Tahun 2020 tentang Pengembangan Kompetensi Kerja melalui program prakerja, dan Peraturan Menko Perekonomian tentang pelaksanaannya.

"Kami masih melakukan penelitian, namun memang ada potensi kecurangan, karena bagaimanapun dari segi anggaran ini sangat besar. Ada triliunan uang negara yang dikeluarkan," Peneliti ICW Wana Alamsyah.

Pada website Prakerja ada catatan di akhir halaman mereka yang menyebutkan bahwa program ini adalah kolaborasi antara pemerintah dan sektor swasta seperti Ruangguru, Tokopedia , Ovo, dan lainnya. Di antara nama-nama sektor swasta yang membantu, salah satunya masuk menjadi mitra kerjanya prakerja.

"Dikhawatirkan ada semacam timbal balik balas budi apa yang sudah dibantu lalu kemudian diberikan ruang menjadi platform digital sebagai mitra kerja," jelas Wana.

ICW menilai KPK lamban untuk mencegah tindak korupsi serta belum ada tindakan cepat. Mereka juga meminta KPK mulai proaktif berbicara dengan presiden terkait konteks konflik kepentingan yang melibatkan para staf khususnya tersebut.

”Itu yang harus dilakukan, juga kepada setiap kementerian termasuk di sekretariat kabinet yang membawahi staf khusus itu," tegas Wana.

Praktisi hukum, Aziz Zaelani, dari Universitas Surakarta menegaskan, pada dasarnya pengadaan barang dan jasa harus dilakukan melalui tender. Pemerintah harus melakukan ini secara terbuka, unsur transparasi harus jelas.

Dalam Hukum Administrasi Negara, setiap pemerintah mengeluarkan kebijakan, maka harus melihat Asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AUPB). "Apakah tindakan pemerintah ini hanya sekadar aji mumpung di tengah pandemi. Lihat juga adakah penyalahgunaan, dan apakah kejelasan program itu adalah itikad baik bagi masyarakat luas?" ujarnya.

Yang jelas, dalam penunjukkan pelaksana proyek-proyek seperti itu pemerintah harus transparan dan akuntabel, juga mengatur secara jelas alur serta mekanisme pertanggungjawabannya. Sebab nantinya tindakan pemerintah dalam melakukan penunjukkan langsung harus bisa dipertanggungjawabkan kepada masyarakat dan hukum.

Perppu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang) No. 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi COVID-19 memang menjadi dasar hukum pemerintah

Dalam membuat dan menjalankan kebijakan penanggulangan Covid-19. Namun, semuanya harus tetap transparan dan akuntabel.

Ancaman serius menghantui jika memang ada tindakan korupsi pada kasus ini. Sesuai dengan pasal 2 UU Nomor 20 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jika terbukti melakukan tindakan korupsi pada saat bencana, maka hukumannya bisa maksimal, yakni hukuman mati.

"Misal bantuan dari pemerintah untuk bencana malah dikorupsi. Program Prakerja ini juga merupakan lanjutan dari program pemerintah dalam pandemi Covid ini. Berarti masuk bantuan di tengah bencana. Karena itu, jika benar ada upaya korupsi, maka ancaman hukuman maksimal menunggu," tegasnya

Dalam penegakan hukum, pemerintah juga dapat digugat dalam pembuatan kebijakan. Terutama, jika dalam perjalanannya ada yang tidak sesuai dengan tujuan program.

Aziz mengatakan, masyarakat bisa menggugat pemerintah, orang serta perusahaan yang ditunjuk pemerintah. Namun ini harus berdasarkan hasil kerja mereka terlebih dahulu. Jika tidak berjalan sesuai dengan tujuan pemerintah, maka perusahaan bisa dituntut. (*)

Artikel ini telah tayang di sindonews.com dengan judul "Penunjukan Tanpa Tender, DPR Desak KPK Usut Proyek Kartu Prakerja"

Tag berita:
Berita terkait