POLITIKAL.ID - Izin yang diberikan pemerintah bagi ormas dan organisasi keagamaan untuk kelola tambang, mendapat penolakan salah satunya dari jaringan Gudurian.
Dalam keterangan kepada media, Pokja Keadilan Ekologi Jaringan Gusdurian, Inayah Wahid menyebut bahwa kebijakan baru pemerintah soal pemberian izin usaha pertambangan khusus (IUPK) itu bertentangan dengan Undang-Undang (UU) tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
“Gusdurian menolak kebijakan pemerintah untuk memberikan izin pada organisasi keagamaan karena bertentangan dengan UU tentang Pertambangan Mineral dan Batubara,” ungkap Inayah dalam keterangannya, Rabu (12/4/2024).
Inayah menilai UU Pertambangan Mineral dan Batubara menyatakan bahwa izin hanya dapat diberikan kepada badan usaha, koperasi, atau perusahaan perseorangan melalui cara lelang.
Lalu, untuk keterlibatan organisasi keagamaan yang menerima izin pertambangan justru akan memunculkan diskursus tentang peran organisasi kemasyarakatan.
Untuk itu, Inayah menilai, peran organisasi kemasyarakatan akan terdegradasi.
“Selain itu, keterlibatan organisasi keagamaan dalam sektor pertambangan menimbulkan banyak risiko turunan,” kata putri Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid ini.
Sebagai informasi, pemerintah menerbitkan aturan baru yang memperbolehkan organisasi masyarakat (ormas) dan juga organisasi keagamaan untuk mengelola pertambangan.
Beleid itu diterbitkan melalui PP Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Diunggah di laman resmi Sekretaris Negara, Jumat (31/5/2024) aturan tersebut diteken pada 30 Mei 2023.
Tercantum, ada aturan baru yang memberikan izin kepada organisasi kemasyarakatan (ormas) dan keagamaan untuk mengelola pertambangan.
Aturan tertuang pada Pasal 83A yang membahas Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) secara prioritas.
Dalam Pasal 83A Ayat (1) dijelaskan bahwa dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, WIUPK dapat dilakukan penawaran secara prioritas kepada badan usaha yang dimiliki oleh ormas dan organisasi keagamaan.
Kemudian WIUPK sebagaimana dimaksud pada ayat 1 merupakan wilayah eks Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B).
Adapun IUPK dan atau kepemilikan saham organisasi kemasyarakatan keagamaan pada badan usaha tidak dapat dipindahtangankan dan atau dialihkan tanpa persetujuan menteri.
Kemudian disebutkan bahwa kepemilikan saham ormas maupun organisasi keagamaan dalam badan usaha harus mayoritas dan menjadi pengendali.
Badan usaha sebagaimana dimaksud dilarang bekerjasama dengan pemegang PKP2B sebelumnya dan/atau afilisasnya.
Selanjutnya, penawaran WIUPK sebagaimana berlaku dalam jangka waktu lima tahun sejak PP ini berlaku.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penawaran WIUPK secara prioritas kepada badan usaha milik ormas dan organisasi keagamaan akan diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres).
(Redaksi)