POLITIKAL.ID - Pada (2/5/2023) lalu Jokowi mengundang ketua umum partai-partai politik ke Istana Kepresidenan di Jakarta, akibat hal ii sejumlah pengamat politik mengkritik hal tersebut.
Salah satunya, Ahli Hukum Tata Negara Refly Harun mengungkap potensi bahaya jika seorang presiden berpihak kepada salah satu calon presiden kontestan Pilpres 2024.
Menurutnya, jika presiden bersikap demikian maka bisa berdampak pada netralitas ASN hingga penyalahgunaan fasilitas publik untuk pemenangan calon tertentu.
"Maka nanti itu akan ditiru oleh struktur bawahnya. Sudah pasti nanti ada pengerahan ASN untuk memenangkan calon tertentu, penggunaan fasilitas-fasilitas publik, penggunaan state apparatus baik sipil maupun militer," kata Refly ketika ditemui di Universitas Paramadina, Jakarta, Selasa (9/5).
Refly menilai hal itu akan membuat pemilu menjadi tidak lagi memenuhi azas jujur dan adil. Demi menghindarinya, dia menyatakan seorang presiden tidak boleh berpihak.
Seorang presiden pun sebaiknya tidak cawe-cawe atau ikut campur dalam proses penentuan capres-cawapres yang merupakan ranah partai politik.
"Caranya adalah dia bertindak netral. Tidak endorse salah satu calon tapi melakukan sebuah langkah-langkah yang dibutuhkan untuk memastikan bahwa pemilu ini jujur dan adil," tegasnya.